Tuesday, November 2, 2021

FILAFAT - REVIEW THE PHILOSOPHICAL AND THEORETICAL GROUND OF MATHEMATICS EDUCATION

REVIEW THE PHILOSOPHICAL AND THEORETICAL GROUND OF MATHEMATICS EDUCATION

By Nisrina Fauziyyah Puad (2021) adapted and developed from The Philosophy of Mathematics Education (Paul Ernest, 2004)

 

 

Aktivitas 1: Ideology of Education (Ideologi Pendidikan)       

Tujuan             : Memahami berbagai ideologi pendidikan

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam ideology pendidikan:

1.        Radical (Radikal)

       Illich (1973) jauh lebih radikal terhadap perubahan-perubahan dalam sistem pendidikan. Ia mengambil pandangan liberal untuk konklusi logikanya dengan berdalih bahwa persekolahan tidak penting dan membahayakan untuk masyarakat (that formal schooling is unnecessary, and indeed harmful to social (Haralambos & Holborn, 2000:781). Ideologi liberal radikal juga disebut dengan ideologi kritisisme. Ideologi kritisisme adalah aliran yang diasosiasikan dengan mashab Frankfurt (Frankfut School) yang dimulai dari Jerman (Bottomore, 1984; Held, 1980; Fay, 1975 alam O’Neil, 1981), yang berpendapat bahwa penddikan merupakan arena perjuangan politik. Pendidikan harus mampu melakukan refleksi kritis, terhadap ‘the dominant ideology’ ke arah transformasi sosial (Haralambos & Holborn, 2000). Dalam perspektif kritis, pendidikan harus memanusiakan manusia, jangan sampai terjadi dehumanisasi, karena sistem dan struktur yang tidak adil.

2.        Conservative (Konservatif)

       Bagi ideologi pendidikan kaum konservatif, tujuan dan sasaran pendidikan adalah sebagai pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi. Berciri orientasi masa kini, pendidik konservatif sangat menghormati masa silam, namun mereka lebih memusatkan perhatiannya pada kegunaan dan penerapan pola belajar mengajar di dalam konteks sosial yang ada sekarang.

       Ideologi konservatif, pada dasarnya mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu, disertai dengan rasa hormat yang mendalam terhadap hukum serta tatanan sosial yang berlaku, sebagai landasan bagi perubahan sosial yang konstruktif. Dalam hal pendidikan, kaum konservatisme menganggap bahwa sasaran utama sekoah adalah pelestarian, penerusan struktur, dan sistem sosial serta pola-pola dari tradisi-tradisi yang sudah mapan. Ada dua varian yang mendasari ideologi-ideologi pendidikan konservatisme:

a.         Ideologi konservatisme religius, menekankan pelatihan rohani sebagai pusat landasan watak moral yang tepat.

b.   Ideologi pendidikan konservatisme sekuler, peduli pada perlunya pelestarian dan penyaluran keyakinan-keyakinan dan praktikpraktik yang ada, sebagai sebuah jalan untuk melestarikan pertahanan hidup secara sosial sekaligus keefektifan sosial.

       Saat ini, konservatisme relegius paling terwakili dalam orientasi pendidikan tradisi-tradisi protestan, seperti Lutheran dan baptisn; sedangkan yang sekuler diwakili oleh para kritisi yang tajam dari pendukung progresivisme dan permisivisme pendidikan, seperti pemikiran James Koerner serta Hymen Rickovera. (William F. O’Neil. “Ideologi-Ideologi Pendidikan”…,333)

3.        Liberal

Ideologi liberal dalam pendidikan ialah aliran yang memiliki sikap politik bebas, ingin maju terus, dan selalu menginginkan perubahan progresif dan cepat  tanpa ada batasan baik itu dari pemerintah ataupun sekolah (Ernest, 1991). Ideologi pendidikan liberal bertujuan untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada, dengan cara mengajarkan kepada siswa bagaimana caranya menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupannya secara efektif. Karena manusia adalah makhluk sosial yang bersandar pada orang lain untuk bertahan hidup pada masa bayi dan kanak-kanak, dan bergantung pada kondisi-kondisi budaya yang menjamin perilaku yang berhasil baik dalam persaingan antarspesies, maupun dalam persaingan antarmasyarakat dalam spesies (manusia) itu sendiri, atau pun persaingan antarindividu dalam sebuah masyarakat, maka kegiatan belajar secara personal selalu berlangsung dalam konteks pengalaman sosial, dan hakikat serta isi pengalaman sosial itu, secara logis maupun psikologis, mendahului penngalaman murni bersifat personal.

Ideologi Pendidikan liberasionisme menganggap bahwa manusia mesti mengusahakan pembaruan/perombakan segera dalam ruang lingkup besar atas tatanan politis yang ada, sebagai jalan menuju perluasan kebebasan individual serta untuk mempromosikan perwujudan potensi-potensi personal sepenuhnya. Ideologi pendidikan liberasionisme mencakup spektrum pandangan yang luas, dari liberasionisme pembaruan yang relatif konservatif, ke liberasionisme revolusioner. Bagi kaum liberasionisme, sekolah haruslah objektif (rasional-ilmiah), namun tidak sentralistik, dan memiliki fungsi ideologis.

4.        Humanist (Humanis)

Aliran humanis menafsirkan pendidikan menjadi kepentingan semua komponen pendidikan dan bermodelkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai dasar untuk dikembangkan lebih jauh lagi dengan berbekal potensi diri yang dimiliki. Proses menjadikan manusia berfikir kritis merupakan keharusan untuk mengungkap sebuah kebenaran tentang segala sesuatu yang ada di alam ini tak terkecuali kritis terhadap segala bentuk system yang menafikan hakekat humanism yang jauh dari keberpihakan.

5.        Progressive (Progresif)

       Tujuan utama pendidikan progresiv adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis, yaitu untuk membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai problema yang disajikan dalam konteks pengalaman pada umumnya. Karakteristik, progresivitas pendidikan bersifat duniawi, menjelajah, dan aktif. Ini terutama berorientasi kepada cara hidup liberal (dalam budaya Amerika). Secara filosofi, progresivisme ditopang oleh filosofi pragmatisme.

6.        Socialist (Sosialis)

       Ideologi sosialisme dapat diidentikkan dengan ideologi komunisme. Hal ini karena prinsip yang mendasar yaitu sama-sama akan mengutamakan segala kepemilikannya secara bersama-sama dan tidak mengakui adanya kepemilikan individu. Seluruh aset dan modal akan dikuasai secara bersama-sama demi kepentingan suatu bangsa dan negara.

7.        Democraracy (Demokrasi)

Demokrasi terdiri dari dua kata yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti kekuasaan. Jadi bisa disimpulkan bahwa demokrasi adalah kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Suara rakyat akan diwakili oleh dewan yang diberi nama dewan perwakilan rakyat.

Selain itu, dalam proses berjalannya suatu negara maka akan diadakan pemilihan umum yang berfungsi untuk memilih legislatif (Perwakilan rakyat) dan eksekutif (pemerintah) yang akan saling bersinergi dalam membangun negara.  Beberapa Negara yang menganut system dekokrasi yaitu, Norwegia, Denmark, Amerika, Swedia, Venezuela, Australia, Belgium, Selandia Baru, dan masih banyak lagi.

       Indeologi pendidikan yang diterapkan di Indonesia adalah ideologi pancasila. Pancaila sebagai item filafat telah menggambarkan secara jelas karakteristik dari pengetahuan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pancaila yang berobjekkan manuisa secara hakiki ebagai makhluk mono-dualisme memiliki system pengetahuan dan system nilai yang holistic-humanis dan religiu sebagai kristalisasi nilai-nilai kepribadian bangsa.

Aktivitas 2: Nature of Education (Hakikat Penddikan)

Tujuan             : Memahami berbagai hakikat pendidikan

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat pendidikan:

1.        Obligation (Kewajiban)

       Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan ziyakewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah diakui dan sekaligus memiliki legalitas yang sangat kuat sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang menyebutkan bahwa:” Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Hak memperoleh pendidikan ini diperjelas dengan pasal 31 (2) yang bunyinya:”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Selanjutnya pada ayat (3) dituangkan pernyataan yang berbunyi:” Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang layak terutama pendidikan dasar. Selain membahas tentang pendidikan sebagai suatu hak, pasal 31 juga mempertegas bahwa pendidikan (terutama pendidikan dasar) merupakan kewajiban bagi setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayainya.

2.        Preserving (Melestarikan)

       Preserving berarti melestarikan nilai, norma, budaya, dan budipekerti siswa dalam pendidikan. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih lanjut beliau ( Kerja Ki Hajar Dewantara 1962:14) menjelaskan bahwa “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti ( kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya”.

3.        Exploiting (Memanfaatkan)

       Exploiting dalam pendidikan dapat diartikan dengan memanfaatkan/menggunakan berbagai hal yang ada di dunia untuk dijadikan sebagai sarana dan media pembelajaran untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Di abad 21 ini penggunaan teknologi dalam pendidikan telah menjadi kebutuhan setiap guru dan siswa, namun penggunaanya harus dengan adanya pengawasan dari guru dan orang tua agar tidak terjadinya penyalahgunaan teknologi yang dapat berakibat dalam mengabaikan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat,

4.        Transforming (Transformasi)

       Pendidikan transformatif didasarkan pada paradigma konstruktivis yang mengaktualisir setiap individu untuk dapat membangun pengetahuan melalui pengalaman mereka di dunia. Pembelajaran transformatif berimplikasi pada proses perolehan pengetahuan yang dikonstruksi secara sosial oleh sekelompok individu. Pembelajaran transformatif sendiri mencoba untuk menumbuhka kesadaran individu tentang dirinya sendiri sebagaimana terletak dalam kekuatan politik dan ekonomi yang lebih besar. Tujuan pembelajaran transformatif bukan hanya untuk mentransformasi pribadi, tetapi juga untuk mentransformasi sosial sehingga individu dapat menjadi produsen kreatif bagi dirinya dan masyarakat serta hubungan politik dan ekonomi.

5.        Liberating (Membebaskan)

       Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan buah dari kebebasan. Sebuah kebabasan memiliki arti melepaskan jeratan dari berbagai belenggu. Pendidikan mengajarkan murid untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, oleh karena itu pendidikan harusnya melihat tentang kebutuhan murid, bukan malah menyamaratakan cara berfikir mereka. Misalnya, diberikan kebebasan dalam menilai sesuai dengan sudut pandangnya, kemudian dilanjutkan dengan dialog bersama gurunya. Dengan demikian secara perlahan akan mengerti apa yang seharusnya ia lakukan. Kebernaian-keberanian dalam menyampaikan pendapat seperti inilah salah satu prinsip dari kebebasan yang akan melatih murid untuk bertanggung jawab dan tidak terjerat dengan asumsi-asumsi pendidikan yang sudah tersetting.

       Siswanto menulis dengan judul Pendidikan Sebagai Paradigma Pembebasan (Telaah Filsafat Pendidikan Paulo Freire). Siswanto menuliskan bahwa Paulo Freire menawarkan model pendidikan baru yaitu model pendidikan pembebasan. Pembebasan sendiri bermakna transformasi sebuah sistem realitas yang saling terkait dan kompleks, serta reformasi beberapa individu untuk mereduksi berbagai konsekuensi negatif dari sebuah perilaku. Langkah utama yang menentukan dalam upaya pendidikan pembebasannya adalah penyadaran yang melekat dan merupakan proses inti dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Untuk mewujudkan hal tersebut, kebiasaan pendidikan deskriptif diharapkan digeser ke arah pendidikan dialogik-transformatif, agar pendidikan tidak dirasakan sebagai pendidikan yang membelenggu. Pendidikan diharapkan dapat meghasilkan perubahan, baik perubaha dalam kualitas berpikir, kualitas pribadi, kualitas sosial, kualitas kemandirian dan kualitas kemasyarakatannya.

6.        Needs (Kebutuhan)

       Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang akan memberikan kontribusi sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membentuk bangsa. Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan yang cerdas pula dan secara progresif akan membentuk sebuah kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi yang besar untuk berjuang ke luar dari krisis dan menghadapi era dunia global.

7.        Democracy (Demokrasi)

       Pendidikan demokratis merupakan pembelajaran yang dibangun untuk mewujudkan lingkungan yang kritis dan aman, menghidupkan dialog, dan keikusertaan seluruh pihak. Demokrasi pendidikan diwujudkan dalam sekolah/pembelajaran demokratis. Sekolah demokratis dicirikan dengan keterlibatan stakeholder (guru, murid, pimpinan sekolah, staf, dan orangtua murid/masyarakat) dalam hal-hal yang berkaitan dengan tata kelola sekolah (school governance) dan pembuatan keputusan pendidikan (sekolah) yang seharusnya dipandu dengan nilai-nilai dan melalui proses yang demokratis.

       Pendidikan bagi peserta didik adalah bagaimana mereka mampu mengonstruksi pengetahuan mereka dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus merusak nilai-nilai budaya bangsa. Dalam kaitannya dengan konteks masyarakat demokratis, pendidikan diharapkan menjadi instrumen yang mampu menghasilkan warga negara yang bisa berperan aktif dalam menentukan bagaimana mereka bisa hidup bersama-sama di tengah masyarakat; bukan proses pendidikan yang justru menimbulkan narsisme, kegelisahan, perasaan tidak nyaman, penegasian, dan ketidaksadaran terhadap nilai-nilai bersama.

       Hakikat penddikan yang paling tepat diterapkan di Indonesia adalah demokrasi dan neeeds.  Hal ini dikarenakan hakikat demokrasi menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi pembelajaran yang dibangun untuk mewujudkan lingkungan yang kritis dan aman, menghidupkan dialog, dan keikusertaan seluruh pihak tanpa perlu memikirkan adanya ancaman maupun tekanan dari pihak lain. Selain itu, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar dari setiap masyarakay yang akan memberikan kontribusi sangat besar terhadap kemajuan bangsa Indonesia dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam pembentukan bangsa Indonesia.

Aktivitas 3: The Nature of Mathematics (Hakikat Matematika)

Tujuan             : Memahami berbagai hakikat matematika

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat matematika:

1.        Body of Knowledge

Body of knowledge adalah seperangkat lengkap tentang konsep, istilah, dan kegiatan yang membentuk domain para profesional, sebagaimana yang didefinisikan oleh masyarakat cendikia atau asosiasi professional. Marsigit, dkk (2016) menyatakan bahwa ilmu menjadi kumpulan pengetahuan standar dan nomenklatur yang diterima dan disepakati yang berkaitan dengan bidang atau sebagai kumpulan persyaratan untuk professional pada bidang tertentu.

Body of knowledge matematika merupakan representasi pengetahuan dari serangkaian pengetahuan yang telah dimiliki. Hal ini sejalan dengan pendapat Marsigit, dkk (2016) yang mengatakan bahwamasyarakat Industrial Trainer menggunakan daftar pengetahuan umum atau Body of Knowledge (BoK) berupa ilmu pengetahuan yang menunjang industri yang dikembangkan guna mencapai tujuan, seperti meramu ilmu teknik, akuntansi, hukum, komputer, dan sebagainya.

2.        Science of Truth

Matematika merupakan ilmu yang dianggap benar dan dipandang sebagai ilmu yang tetap dan mutlak adanya. Marsigit, dkk (2016) menyatakan bahwa masyarakat Technological Pragmatism mengunakan ilmu sebagai pengetahuan tentang kebenaran. Masyarakat menggunakan ilmu pengetahuan yang produknya adalah teknologi karena berkaitan dengan maksud, tujuan dan fungsi dalam praksis. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Matematika dalam hubungannya dengan komunikasi ilmiah mempunyai peran ganda, yakni sebagai ratu dan sekaligus sebagai pelayan ilmu.

Matematika sebagai ratu sesuai dengan pendapat Sutrisman dan G. Tambunan dalam bukunya “Pengajaran Matematika” yang dikutip oleh Abdul Halim Fathani dalam “Matematika Hakekat dan Logika”, dimana Sutrisman dan G. Tambunan mengungkapkan bahwa matematika adalah queen of science (ratunya ilmu). Sebagai ratu, matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Bertrand Russell, “Matematika dalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika”. Berdasarkan perkembangannya, masalah yang dihadapi logika makin lama makin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih sempurna. Dalam perspektif inilah, logika berkembang menjadi matematika.

Sedangkan di sisi lain, matematika sebagai pelayan ilmu, matematika memberikan bukan saja sistem pengorganisasian ilmu yang bersifat logis, tapi juga pernyataan-pernyataan dalam model matematik. Matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas dan tepat, melainkan juga singkat. Suatu rumus yang jika ditulis dengan bahasa verbal membutuhkan rentetan kalimat yang banyak sekali, dimana makin banyak kata-kata yang dipergunakan makin besar pula peluang untuk terjadinya salah informasi dan salah interpretasi, maka dalam bahasa matematika cukup ditulis dengan model yang sederhana sekali. Dengan kata lain, ciri bahasa matematika adalah bersifat ekonomis.

3.        Structure of Truth

Marsigit, dkk (2016) menyatakan bahwa masyarakat Old Humanis memandang ilmu pengetahuan sebagai struktur kebenaran. Artinya, sesuatu yang dipahami, dipelajari, diketahui akan dianggap sebagai ilmu, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan yang teruji berdasarkan pola, aturan, premis-premis tertentu sehingga menjadi kesimpulan atau keputusan yang valid. Matematika merupakan ilmu terstruktur yang terorganisasikan. Hal ini karena matematika dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan, kemudian unsur yang didefinisikan ke aksioma/postulat dan akhirnya pada teorema. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya. Dalam pembelajaran matematika guru seharusnya menyiapkan kondisi siswanya agar mampu menguasai konsep-konsep yang akan dipelajari mulai dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Contoh seorang siswa yang akan mempelajari sebuah volume kerucut haruslah mempelajari mulai dari lingkaran, luas lingkaran, bangun ruang dan akhirnya volume kerucut. Untuk dapat mempelajari topik volume balok, maka siswa harus mempelajari rusuk / garis, titik sudut, sudut, bidang datar persegi dan persegi panjang, luas persegi dan persegi panjang, dan akhirnya volume balok.

4.        Process of Thinking

Marsigit, dkk (2016) menyatakan bahwa pendidik progresif berpeluang untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai proses berpikir sehingga produknya adalah kemajuan, kreativitas, inovasi guna menghadapi tuntutan dan kebutuhan zaman. Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika. Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.

5.        Social Activities

Marsigit, dkk (2016) menyatakan bahwa interaksi manusia dalam kehidupan sosial berkorelasi dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan. Artiya, dengan adanya aktivitas sosial masyarakat dapat melakukan pembelajaran matematika yang melibatkan kapasitas mental, kognitf, emosional, dan keterampilan yang dimiliki untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Ernest (dalam Marsigit, 2016) menggungkapkan bahwa kemampuan matematika dipandang terutama sebagai suatu konstruksi sosial, dengan dampak dari konteks sosial memiliki peran penting dalam pengembangan individu, dan khususnya pada manifestasi dari kemampuan.

Hakikat matematika yang paling tepat diterapkan di Indonesia adalah social activities. Di abad 21 ini matematika tidak hanya dipandang sebagai ilmu yang hanya menyajikan rumus-rumus yang bersifat kaku, melaikan sebagai aktvitas sosial yang bisa diterapkan konsep-konsep matematikanya dalam kehidupan sehari-hari.

Aktivitas 4: The Nature of School Mathematics

Tujuan             : Memahami berbagai hakikay matematika sekolah

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam hakikat matematika sekolah:

1.        Search for pattern and relation (mencari pola dan relasi)

       Dalam pembelajaran matematika, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola dan untuk menentukan hubungan. Kegiatan dapat dilakukan melalui percobaan untuk menemukan urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dan sebagainya serta memberi kesempatan siswa untuk menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya.

2.        Problems Solving (pemecahan masalah)

       Guru berupaya mengembangkan pembelajaran sehingga menimbulkan masalah matematika yang harus dipecahkan oleh siswa dengan menggunakan cara mereka sendiri. Marsigit (2016) pada pemecahan masalah, siswa diharap merumuskan persoalan ke dalam kalimat matematika, dan memecahkannya menggunakan berbagai metode matematika. Siswa diharap dapat menerapkan suatu metode yang telah digunakan kasus lain untuk memecahkan masalah yang sama. Kegiatan pemecahan masalah melibatkan cara berpikir, rasa ingin tahu, rasa percaya diri baik di dalam maupun di luar kelas.

3.        Investigation/Research (investigasi/penelitian)

       Amin, dkk (2015) menyatakan bahwa investigasi atau penyelidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasilnya benar sesuai pengembangan yang dilalui/dilakukan oleh siswa itu sendiri. Kegiatan belajarnya diawali dengan pemecahan soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksananya mengacu pada berbagai teori investigasi.

       Dalam pembelajaran matematika, guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir berbeda menggunakan pola pikir mereka sendiri sehingga menghasilkan penemuan mereka sendiri. Guru juga meyakinkan siswa bahwa penemuan mereka bermanfaat walaupun terkadang kurang tepat dan siswa diberi pengertian untuk selalu menghargai penemuan dan hasil kerja orang lain.        

4.        Communication (komunikasi)

       Guru harus berusaha menjadikan kegiatan pembelajaran matematika yang memfasilitasi siswa mengenal dan dapat menjelaskan sifat-sifat matematika. Guru juga diharapkan dapat menstimulasi siswa untuk dapat menjadikan matematika sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Marsigit (2016) komunikasi Matematika merupakan kegiatan untuk tukar menukar ide atau gagasan agar siswa dapat melakukan klarifikasi dan pemahaman yang lebih mendalam. Komunikasi Matematika dapat dilakukan dengan cara menulis, menjelaskan secara lisan, atau menggunakan simbol atau gambar matematika.

       Keempat hakikat matematika di sekolah tepat diterapkan di Indonesia dengan guru menjadi fasilitator yang bertugas untuk memfasilitasi dan membimbing siswa dalam menemukan pola dan hubungan dalam matematika, pemecahan masalah-masalah matematika, investigasi matematis, dan komunikasi matematis.

Aktivitas 5: Moral of Mathematics Education (Moral Pendidikan Matematika)

Tujuan             : Memahami berbagai moral pendidikan matematika

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam moral pendidikan matematika:

1.        Good vs Bad (baik vs buruk )

       Moralitas adalah perilaku yang berkaitan dengan aktivitas manusia yang baik/buruk, benar/salah, dan sesuai dengan aturan yang diterima tentang batasan mana yang dianggap baik dalam kaitannya dengan sikap seseorang terhadap orang lain. Moral pendidikan matematika yang good disini maksudnya sebagai guru dapat memberikan contoh yang baik kepada siswanya dalam proses pembelajaran, sedangkan bad menunjukkan pembelajaran yang dilakukan masih memfokuskan dalam hafalan dan siswa tidak aktif. Ernest (1991) mengartikan bahwa guru-guru hanya mengambil atau memilih orang-orang yang unggul, punya kelebihan dan yang terbaik, sedangkan yang tidak berbakat itu akan ditinggalkan.

2.        Pragmatism (pragmatisme)

       Knight (dalam Wasitohadi 2012) Pragmatisme memiliki tiga ciri, yaitu: (1) memusatkan perhatian pada hal-hal dalam jangkauan pengalaman indera manusia, (2) apa yang dipandang benar adalah apa yang berguna atau berfungsi, dan (3) manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai dan moral menurut kaum pragmatism bersifat relatif dan tidak ada prinsip-prinsip absolut yang dapat dipedomani. Sebagaimana budaya berubah, demikian juga nilai-nilaipun berubah. Ini tidak berarti bahwa moralitas tidak mengalami pasang surut dari hari ke hari, akan tetapi ini berarti bahwa tidak ada aturan aksiologis yang dapat dianggap sebagai hal yang mengikat secara universal.

3.        Hierarchies Paternalistic (hirarki paternalitik)

Konsep paternalistik didasarkan pada nilai-nilai timbal balik, pertimbangan, dan saling menghormati (Nurdin et al., 2020). Nilai moral yang diajarkan guru sebagai orang tua kedua siswa di sekolah memiliki peranan yang penting untuk membimbing siswa dalam pembelajaran di kelas. Siswa dapat menghormati gurunya sebagaimana menghormati orang tuanya dan guru diharpkan mampu untuk mendampingi dan mengawasi perubahan siswa ke arah yang lebih baik.

4.        Humanity (kemanusiaan)

       Humanity dalam pendidikan matematika ada pada prinsip kemanusiaan untuk saling menghargai dan menghormati. Hubungan interaksi guru dan murid hendaknya dijaga dan dipertahankan dengan baik sesuai nilai kemanusiaannya, karena apabila hubungan terjalin dengan baik maka akan mempengaruhi hasil pembelajaran.

5.        Justice, Freedom (keadilan, kebebasan)

       Keadilan dan kebebasan dalam moral pendidikan matematika sangat diperlukan dalam proses pembelajaran matematika. Adil disini bukan berarti menyamaratakan kebutuhan dan keperluan siswa, namun menyesuaikannya dengan kebutuhan masing-masing siswa. Sedangkan kebebasan disini bukan bebas yang sebebas-bebasnya tanpa aturan, namun dengan pembebasan yang masih dalam aturan yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.

        Kelima moral pendidikan matematika tepat diterapkan di Indonesia karena kelima moral ini saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain dan sangat berguna untuk membentuk siswa menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Aktivitas 6: Value Mathematics Education (Nilai Pendidikan Matematika)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat nilai pendidikan matematika

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam nilai pendidikan matematika:

1.        Intrinsic (instrinsik)

Nilai intrinsic adalah nilai yang berasal dari dalam serta dipengaruhi oleh motivasi, keninginan, minat, dan bakat yang dimililiki siswa. Marsigit (2011) jika seseorang menguasai matematika hanya untuk dirinya maka pengetahuan matematikanya bersifat intrinsik.

2.        Extrinsic (ektrinsik)

Nilai extrinsic adalah nilai yang berasal dari luar serta dipengaruhi oleh motivasi dari orang lain (guru, teman, orang tua, dan lain sebagainya). Marsigit (2011) jika seseorang bisa menerapkan matematika untuk kehidupan sehari-hari maka pengetahuan matematika bersifat ekstrinsik.

3.        Systemic (sistemik)

Marsigit (2011) jika seseorang dapat mengembangkan matematika dalam kancah pergaulan masyarakat matematika maka pengetahuan matematikanya bersifat sistemik. Jadi, ketika siswa telah bisa mengembangkan matematika dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat maka pengetahuan yang dimilikinya bersifat sistematik.

Nilai pendidikan matematika tepat diterapkan di Indonesia menurut saya adalah nilai sistematik karena ketika pembelajaran matematika digunakan/diterapkan dalam kegiatan bermasyarakat maka ilmu yang diperoleh oleh siswa benar-benar terasa manfaatnya, bukan hanya sekedar ilmu yang hanya ada dalam tulisan dan pikiran siswa semata.

Aktivitas 7: The Nature of Students (Sifat Siswa)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat siswa

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat siswa:

1.        Empty Vessel (wadah koong)

Ernest (1991) menganggap siswa sebagai empety vessel (bejana kosong), yang artinya siswa tidak memiliki ilmu pengetahuan dasar apapun. Dalam sifat siswa sebagai empety vessel dijadikan subjek dalam proses pembelajaran yang akan diisi/dipenuhi oleh ilmu pengetahuan dari guru dan pengalaman-pengalaman yang akan dilewati siswa di kehidupannya.

2.        Character Building (membangun karakter)

Character building (membangun karakter) siswa berwujud perkembanagan moral pengetahuan matematis, moral sikap, dan moral keterampilan dari berbagai penilaian (Marsigit, dkk., 2016). Pembentukan kepribadian siswa bertujuan untuk membentuk siswa yang memiliki pola pikir, sikap dan perilaku yang bermoral dan berakhlak mulia dalam kehidupan sehari-harinya. Hakikat siswa dalam pembelajaran memang diharapkan untuk dapat membangun karakter siswa baik dalam pembelajaran matematika atau yang lainnya (Ernest,1991).

3.        Creativity (kreativitas)

Pada era informasi saat ini, di mana para siswa harus berkompetisi pada masyarakat global, para siswa dituntut mempunyai kreativitas (creativity). Keterampilan kreativitas sebagai karakter matematis dapat dipenuhi melalui perancangan desain pendidikan matematika berbasis karakter, salah satu tujuanya juga untuk mendukung literasi matematika (Marsigit, 2018). Kreativitas dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan siswa mampu berpikir kreatif, yaitu memecahkan banyak masalah matematika berdasarkan metode yang berbeda, tidak hanya satu metode untuk menjawab.

4.        Growing like a seed constructing (tumbuh seperti membangun benih)

Petani berusaha untuk dapat menumbuhkan benih di sawah lalu dirawatnya agar bisa tumbuh dan berkembang dengan sehat. Petani disini adalah guru, benihnya adalah murid, dan sawahnya adalah sekolah. Seperti halnya seorang oetani, guru mengajarkan dan memberikan nilai-nilai moral kepada siswa di sekolah dengan harapan bisa menjadikan siswa individu yang pintar secara kognitif, berkarakter dan berakhlak mulia.

Keempat sifat siswa haruslah ada dalam diri siswa karena keempat sifat ini saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain dan sangat berguna untuk membentuk siswa menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya. 

Aktivitas 8: The Nature of Students’ Ability (Sifat Kemampuan Siswa)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat kemampuan siswa

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat kemampuan siswa:

1.        Talent given

Sebagai makhluk pribadi maka setiap siswa memiliki potensi karakter tertentu sebagai bakat atau bawaan, baik yang sudah berkembang maupun belum terlihat (Marsigit, 2018). Bakat tidak sama dengan kemampuan, bakat merupakan fitrah yang dimiliki sedangkan kemampuan merupakan hasil dari latihan atau pembelajaran yang dilakukan.

2.        Effort (upaya)

Seiring dengan upaya siswa membuat komitmen dan rencana, siswa menambah pengetahuan, memperkuat kemampuan dan nilai berpikirnya. Upaya siswa dalam mathematical thinking tergantung pada bagaimana mereka tertarik dalam pemecahan masalah atau materi pelajaran yang diberikan (Marsigit, 2018). Untuk menguasai materi pelajaran siswa harus melewati usaha yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan, tidak ada cara instan dalam mendapatkan kemampuan yang diinginkan.

3.        Need (membutuhkan)

Needs atau kebutuhan bisa menjadi pondasi / landasan awal bagi siswa untuk meningkatkan kemampuannya. Misalnya ketika siswa pergi ke sekolah karna kebutuhan, maka siswa tersebut dituntut untuk mampu mengusai mata pelajaran yang ada di sekolah. 

4.        Competency (kompetensi)

Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang ditentukan oleh faktor intelekttual serta fisik yang dimiliki.

5.        Culture (budaya)

Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Ernest dalam (Marsigit, 2018) matematika sekolah tidak harus dilihat sebagai pengetahuan eksternal yang dipaksakan di mana siswa merasa terasing. Sebaliknya itu harus tertanam dalam budaya siswa dan realitas situasi mereka, melibatkan mereka dan memungkinkan mereka belajar sebagai aktivitas rutin.

Pengetahuan matematis sekolah dan sikap matematis siswa dikonstruksi dalam budaya belajar sebagai aktivitas rutin dan terhubung dengan kehidupan sehari-hari sehingga akan menumbuhkan karakter-karakter yang positif, seperti: bertindak kritis, obyektif, kreatif; kepekaan terhadap masalah (berpikir logis, analitis); mampu menyusun dan melakukan langkah-langkah pemecahan masalah; rasa ingin tahu, menolong, bekerja sama; keinginan untuk bersungguh-sungguh, jujur, disiplin dalam melakukan sesuatu, dan karakter-karakter lainnya (Marsigit, 2018).

6.        Contextual (kontekstual)

Kemampuan siswa untuk mengalami sendiri atau menerapkan pembalajaran dalam kehidupan sehari hari merupaka kemampuan kontekstuak yang dimili oleh siwa.

Keenam sifat kemampuan siswa tepat untuk diterapkan di Indonesia karena keenam sifat kemampuan siswa ini saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain dan sangat berguna untuk membentuk siswa menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Aktivitas 9: The Aim of Mathematics Education (Tujuan Pendidikan Matematika)

Tujuan             : Memahami berbagai tujuan pendidikan matematika

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam tujuan pendidikan matematika:

1.        Back to Basic: Arithmetics

       Tujuan pendidikan matematika ini memunculkan anggapan bahwa suksesnya pembelajaran matematika ditandai dengan mampu melakukan perhitungan secara cepat dan cepat.

2.        Certification (sertifikasi)

       Setiap jenjang, akan mengajarkan kemampuan yang berbeda sehingga pola pikir ini mengakibatkan adanya perbedaan antara seorang anak yang telah diajarkan dasar-dasar ilmu matematika dibanding anak yang belum bahkan yang tidak diajarkan sama sekali.

3.        Transfer of knowledge (transfer pengetahuan)

       Sebagai sebuah proses transfer pengetahuan pada proses pembelajaran, penguasaan materi pembelajaran oleh sang guru tidak menjamin bahwa pembelajaran akan berhasil. Hal ini dikarenakan penguasaan materi pembelajaran hanyalah salah satu aspek yang harus dipenuhi oleh seorang guru agar dapat mengajar dengan lancar dan tidak membingungkan siswa saat menghadapi kesulitan.

4.        Creativity (kreatifitas)

Pada era informasi saat ini, di mana para siswa harus berkompetisi pada masyarakat global, para siswa dituntut mempunyai kreativitas (creativity). Keterampilan kreativitas sebagai karakter matematis dapat dipenuhi melalui perancangan desain pendidikan matematika berbasis karakter, salah satu tujuanya juga untuk mendukung literasi matematika (Marsigit, 2018). Kreativitas dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan siswa mampu berpikir kreatif, yaitu memecahkan banyak masalah matematika berdasarkan metode yang berbeda, tidak hanya satu metode untuk menjawab.

5.        To develop people comprehensively (mengembangkan individu secara menyeluruh)

       Pembelajaran matematika seharusnya tidak hanya untuk mencapai tujuan dalam ranah kognitif, tetapi juga untuk mencapai tujuan dalam ranah afektif dan psikomotor. Artinya, pembelajaran matematika yang baik tidak hanya dimaksudkan untuk mencerdaskan siswa, tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan siswa yang berkepribadian baik.

       Tujuan pendidikan matematika yang tepat diterapkan di Indonesia menurut saya adalah to develop people comprehensively (mengembangkan individu secara menyeluruh) karena pembelajaran matematika erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan tidak terfokus hanya pada pengetahuan yang dimiliki siswa saja.

Aktivitas 10: Nature of Learning (Sifat Pembelajaran)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat pembelajaran)

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat sifat pembelajaran:

1.        Work Hard, Exercises, Drill, Memorize (kerja keras, latihan, pengulangan, hafalan)

Work hard adalah kegiatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh demi mencapai tujuan yang diinginkan. Pembelajaran matematika yang diiringi dengan sifat bekerja keras sangat dianjurkan untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal, dikarenakan siswa akan terus berusaha keras untuk meningkatkan kemampuannya dalam belajar.

Exercises merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan kemampuan seseroang. Dalam pembelajaran matematika, latihan memberikan siswa kesempatan untuk memahami kembali apa yang telah dipelajari.Drill memiliki ciri khas yaitu melakukan perulangan berkali-kali pada materi yang sama dengan tujuan siswa dapat menjadi mahir dan terampil dengan adanya pengulangan latihan dan dengan adanya bimbingan dari guru dan pembekalan pengetahuan secara teoritis.

Jika siswa menghafalkan informasi atau materi baru tanpa mengkaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, maka dikatakan terjadi belajar dengan hafalan (Gazali, 2016). Menghafal konsep-konsep/fakta-fakta/rumus-rumus yang dilakukan siswa akan masuk kedalam working memory dan tersimpan dalam long-term memory jika terus dilakukan secara berulang, namun kelemahannya jika tidak ada stimulus untuk mengingatnya, dengan seiring berjalannya waktu maka akan hilang/lupa dengan sendirinya

2.        Thinking And practice (berfikir dan berlatih)

       Pada kegiatan pembelajaran matematika siswa memikirkan informasi yang diberikan dan mempraktekannya untuk memecahkan dan menemukan solusi dalam permasalahan yang diberikan.

3.        Understanding and Application (pemahaman dan aplikasi)  

       Pemahaman (understanding) didapat oleh siswa ketika telah melalui proses berpikir. Pada proses pembelajaran matematika materi yang diberikan guru terhadap siswa harus disesuaikan dengan kempuan pemahaman yang dimiliki oleh siswa.

       Pengaplikasian materi oleh siswa dalam pembelajaarn matematika membuktikan bahwa siswa telah benar-benar memahami materi yang dipelajari.

4.        Exploration (menjelakan)

       Pembelajaran yang bersifat eksplorasi tidak hanya berfokus pada bagaimana mentransfer dan menerima ilmu pengetahuan, tetapi lebih kepada bagaimana siswa ikut terlibat dalam proses pembelajaran itu sendiri.      

5.        Discussion, Autonomy, Self (diskusi, otonomi, diri)

Diskusi adalah cara penyajian pengajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama (Djamarah & Zain, 2002). Metode ini merupakan metode yang tepat untuk meningkatkan kualitas interaksi antar siswa.

Autonomy merupakan kegiatan pembelajaran yang secara tidak langusung telah ikut melibatkan siswa dalam penentuan arah pembelajaran yang dilaksanakan.

Self (diri sendiri) dalam pembelajaran matematika mengartikan bahwa siswa dapat mengatur/mengontrol sendiri system kemampuan belajarnya sendiri tanpa bergantung terhadap orang disekitarnya.

Keempat sifat pembelajaran tepat untuk diterapkan di Indonesia karena keeempat sifat pembelajaran ini saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain dan sangat berguna untuk membentuk siswa menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Aktivitas 11: Nature of Teaching (Sifat Pengajaran)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat pengajaran

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat pengajaran:

1.        Transfer of knowledge (transfer pengetahuan)

       Sebagai sebuah proses transfer pengetahuan pada proses pembelajaran, penguasaan materi pembelajaran oleh sang guru tidak menjamin bahwa pembelajaran akan berhasil. Hal ini dikarenakan penguasaan materi pembelajaran hanyalah salah satu aspek yang harus dipenuhi oleh seorang guru agar dapat mengajar dengan lancar dan tidak membingungkan siswa saat menghadapi kesulitan.

2.        External Motivation (motivasi eksternal)

Motivasi dari luar berarti mengajar merupakan dorongan untuk mempermudah siswa untuk menambah dan memperbaharui wawasan serta pengetahuan siswa.

3.        Internal Motivation (motivasi internal)

Pengajaran terjadi dengan adanya dorongan pada keinginan sendiri agar guru ataupun peserta didik secara mandiri dapat menentukan tujuan yang dapat dicapainya untuk mencapai tujuan belajar

4.        Construction (konstruki)

Konstruksi pengetahuan berkaitan erat dengan hubungan proses pembelajaran guru pada siswa untuk membantu mempermudah peserta didik dalam membangun pengetahuannya sendiri dalam pembelajaran matematika.

5.        Discussion (diskusi)

Metode diskusi adalah cara penyajian pengajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama (Djamarah & Zain, 2002). Metode ini merupakan metode yang tepat untuk meningkatkan kualitas interaksi antar siswa.

6.        Investigation (investigasi)

Sifat pengajaran investigasi melatih siswa untuk mengemukakan ide atau gagasan mereka kepada teman satu kelompok, selain itu siswa dilatih menerjemahkan bahasa atau istilah kehidupan sehari-hari kedalam simbol matematika.

7.        Development (perkembangan)

Sifat pengajaran development berkaitan dengan bagaimana guru mengembangkan aspek-aspek yang terdapat dalam diri siswa. Guru diharapkan mampu untuk membimbing siswa untuk bertahap melalui proses perkembangan berpikir dan intelektualnya menjadi lebih matang pada saat pembelajaran

8.        Facilitating (memfasilitasi)

Pengajaran matematika menjadi fasilitas bagi siswa untuk mendapatkan/menambah pengetahuan baru dan meberikan kesempatan kepada siswa untuk bisa lebih mengontrol sendiri proses pembelajarannya. Peran guru hanya sebagai fasilitator dan pemberi dukungan-dukungan yang bisa mempermudah siswa dalam proses pembelajaran

9.        Expository (menjelaskan)

Pengajaran expositori adalah pengajaran yang dilakukan dengan cara menyampaikan materi pembelajaran secara verbal dengan materi pelajaran yang sudah jadi berupa konsep tertentu yang harus dihafalkan sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir sendiri serta hanya berorientasi terhadap penguasaan terhadap materi pembelajaran.

Kesembilan sifat pengajaran tepat untuk diterapkan di Indonesia karena kesembilan sifat pengajaran ini saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain dan sangat berguna untuk membentuk siswa menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Aktivitas 12: Theory of Teaching Mathematics (Teori Pengajaran Matematika)

Tujuan             : Memahami berbagai teori pengajaran matematika

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam teori pengajaran matematika:

1.        Expository (menjelaskan)

Pembelajaran expositori adalah pembelajaran yang dilakukan dengan cara menyampaikan materi pembelajaran secara verbal dengan materi pelajaran yang sudah jadi berupa konsep tertentu yang harus dihafalkan sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir sendiri serta hanya berorientasi terhadap penguasaan terhadap materi pembelajaran.

2.        Problem Solving   (pemecahan masalah)

Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Sumartini, 2016). Dalam pengajaran matematika, kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan soal-soal yang berbasis masalah. Pemberian soal yang berbasis masalah diharapkan bisa membuat pemikiran siswa terbiasa untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari secara mandiri.

3.        Memorize (menghafal)

Jika siswa menghafalkan informasi atau materi baru tanpa mengkaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, maka dikatakan terjadi belajar dengan hafalan (Gazali, 2016). Menghafal konsep-konsep/fakta-fakta/rumus-rumus yang dilakukan siswa akan masuk kedalam working memory dan tersimpan dalam long-term memory jika terus dilakukan secara berulang, namun kelemahannya jika tidak ada stimulus untuk mengingatnya, dengan seiring berjalannya waktu maka akan hilang/lupa dengan sendirinya.

4.        Drill (latihan)

Ciri khas dari keterampilan ini adalah melakukan perulangan berkali-kali pada materi yang sama dengan tujuan siswa dapat menjadi mahir dan terampil dengan adanya pengulangan latihan dan dengan adanya bimbingan dari guru dan pembekalan pengetahuan secara teoritis.

5.        Discussion (diskusi)

Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama (Djamarah & Zain, 2002). Metode ini merupakan metode yang tepat untuk meningkatkan kualitas interaksi antar siswa.

6.        Practical Work (kerja praktik)

Practical work mengarahkan siswa pada prosedur kerja yang sistematis melalui proses yang terencana dalam kegiatan pembelajaran.

7.        Development (perkembangan)

Teori pengajaran development berkaitan dengan bagaimana guru mengembangkan aspek-aspek yang terdapat dalam diri siswa. Guru diharapkan mampu untuk membimbing siswa untuk bertahap melalui proses perkembangan berpikir dan intelektualnya menjadi lebih matang pada saat pembelajaran.

8.        Facilitating (memfasilitasi)

Pengajaran matematika menjadi fasilitas bagi siswa untuk mendapatkan/menambah pengetahuan baru dan meberikan kesempatan kepada siswa untuk bisa lebih mengontrol sendiri proses pembelajarannya. Peran guru hanya sebagai fasilitator dan pemberi dukungan-dukungan yang bisa mempermudah siswa dalam proses pembelajaran.

Teori pengajaran matematika tepat diterapkan di Indonesia menurut saya adalah problem solving karena akan berdampak pada pengembangan diri siswa dalam memecahkan permasalahan untuk bekal di kehidupan bermasyarakat.

Aktivitas 13: The Nature of Teaching and Learning (Sifat Mengajar dan Belajar)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat mengajar dan belajar

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat mengajar dan belajar:

1.        White Board, Chalk, And Calculator (papan tulis, kapur, dan kalkulator)

Papan tulis merupakan salah satu benda yang keberadaannya sangat penting dalam proses belajar mengajar, misalnya dalam sebuah ruang kelas sebagai salah satu alat yang penting peranannya untuk media menuliskan materi pembelajaran (Yuliarty, 2008). Penggunaan papan tulis sampai saat ini masih dipilih oleh guru sebagai media untuk memberikan materi, memberikan contoh, dan menguji pemahaman siswa melalui pengerjaan permasalahan matematika yang diberikan. Untuk menulis di papan tulis guru/murid menggunakan kapur/spidol.

Kalkulator merupakan alat bantu hitung elektronik yang masih sederhana   dibandingkan dengan komputer. Kalkulator dapat membantu seseorang untuk yang mengalami kesulitan dalam menghitung. Kalkulator juga memiliki fungsi sebagai eksplorasi (jelajah), komputasi (penyelesaian masalah melalui algoritma), afirmasi (benar/salah), dan representasi (bentuk lain). Hal ini membuat pendidik mencoba menggunakan kalkulator sebagai media dalam pembelajaran guna membantu peserta didik memahami konsep tertentu (Palma, 2020).

2.        Teaching Aid Visual (alat bantu pengajaran visual)

Penggunaan media visual dalam pengajaran bertujuan untuk memperjelas materi yang akan disampaikan kepada siswa dan juga menarik perhatian siswa untuk memperhatikan materi yang disampaikan, sehingga motivasi dalam belajar meningkat.

3.        Teaching Aid for motivation (alat bantu pengajaran untuk motivasi)

Alat bantu mengajar/alat praga adalah alat-alat yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan bahan ajar berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu dalam proses kegiatan pembelajaran.Various resources/ environment (berbagai umber daya/lingkungan)

4.        Social Environment (lingkungan sosial)

Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber pembelajaran akan menumbuhkan rasa cinta lingkungannya sendiri. Adanya permasalahan sosial environment menjadikan siswa melakukan investigasi dan diskusi untuk mengkontruksi pengetahuannya.

Sifat mengajar dan belajar yang paling tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika menurut saya adalah perpaduan seluruh sifat karena keempat sifat pengajaran dan belajar ini saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain dan sangat berguna untuk membentuk siswa menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Aktivitas 14: The Nature of Assessment (Sifat Penilaian)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat penilaian

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat penilaian:

1.        External Test (tes eksternal)

       Tes merupakan alat ukur yang sering digunakan oleh guru untuk melakukan asesmen pembelajaran terhadap siswa disamping penggunaan alat ukur lainnya. Penilaian dengan menggunakan tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa.

2.        Portfolio (portofolio)

       Penilaian portofolio berguna dalam memberikan informasi evaluasi formatif untuk pengembangan program. Kualitas pekerjaan siswa dalam portofolio sangat tergantung pada kualitas tugas yang diberikan dan juga pada tingkat instruksional (Marsigit, dkk., 2016). Penilaian dengan menggunakan portofolio biasanya digunakan untuk mengukur keterampilan yang dimiliki oleh siswa.

3.        Social (sosial)

       Penilaian sikap sosial berhubungan dengan perilaku siswa dalam interaksi sosial. Penilaian sikap merupakan bagian dari pembinaan dan pembentukkan sikap spiritual dan sosial siswa yang menjadi tugas dari setiap guru

4.        Contextual (kontekstual)

       Dalam aspek kognitif asesmen dapat dilakukan berbasis tes, namun dalam aspek karakter lebih kontekstual jika pencatatan autentik berbasis pengamatan, penugasan unjuk kerja, portofolio, penilaian rekan sebaya, penilaian guru, penilaian orang tua, dan penilaian diri, serta wawancara (Marsigit, dkk., 2016).

       Sifat penilaian yang paling tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika menurut saya adalah perpaduan seluruh sifat karena keempat sifat penilaian ini saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain dan sangat berguna untuk membentuk siswa menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Aktivitas 15: The Nature of Society (Sifat Sosial)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat sosial

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat sosial:

1.    Diversity (keanekaragaman)

Dalam pembelajaran, keberagaman berarti siswa dan guru bersama-sama menerima masukan dan pendapat yang beragam untuk kemajuan pembelajaran dan mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama.

2.    Monoculture (monokurtur)

Monokultural adalah kesatuan yang bersifat normatif diantara masyarakat yang dituntut untuk menggunakan cara yang sama, saling memahami dan berbagi aspirasi serta tidak memunculkan pluralism.

3.    Decentralisation (desentralisasi)

Desentralisasi pendidikan adalah penyerahan kekuasaan pemerintah kepada daerah dalam bidang pendidikan (Pradana, 2015). Maksudnya, adanya pemindahan atau penyerahan kewenangan untuk melaksanakan suatu system pendidikan kepada yang lebih rendah kedudukannya.

4.    Competency (kompetensi)

Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang ditentukan oleh faktor intelekttual serta fisik yang dimiliki.

5.    Multiple Solution (solusi ganda)

Manusia tidak lepas dari masalah atau konflik dalam kehidupan sehari-harinya. Namun untuk setiap permasalahan, pasti ada jalan keluar atau penyelesaian. Kita sebagai manusia harus bisa memikirkan ribuan cara dan jalan keluar dari masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat.

6.    Heterogeneous (heterogen)

Heterogen berarti bahwa siswa terdiri dari berbagai macam tipe dan karakter yang membadakan satu dan yang lainnya.

7.    Social Capital (modal sosial)

Kapital  sosial  meliputi  sumber  daya  sosial  seperti  jaringan,  kepercayaan,  nilai,  dan norma  serta  kekuatan  menggerakkan,  dalam  struktur  hubungan  social untuk mencapai tujuan individual dan atau kelompok secara efisien dan efektif dengan capital lainny.

8.    Local Culture (budaya lokal)

Budaya lokal merupakan budaya yang dimiliki suatu bangsa hasil penurunan dari suatu generasi ke genersi lainnya. Budaya yang dimiliki oleh setiap Negara pasti memiliki perbedaan dikarenakan keadaan sosial dan budaya yang berbeda-beda.

Aktivitas 16: The Nature Curriculum (Sifat Kurikulum)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat kurikulum

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat kurikulum:

1.        Instrument Curriculum (kurikulum instrumen)

       Guru sebagai penerima atau pemakai kurikulum, artinya guru tidak dilibatkan dalam pembuatan kurikulum tersebut. Dalam kurikulum ini bahan ajar dan tujuan tersusun secara terstuktur dan jelas, namun dominasi guru dalam pembelajaran sangat kuat, sedangkan siswa diposisikan sebagai sesorang yang dapat dimanipulasi.

2.        Subject-based Curriculum (kurikulum berbasis mata pelajaran)

Desain kurikulum yang memiliki sifat subject-based curriculum (kurikulum berbasis mata pelajaran) berpusat/berfokus hanya pada mata pelajaran tertentu saja.

3.        Integrated Curriculum (kurikulum terintegrasi)

       Kurikulum terpadu, berarti bahwa kurikulum ini menyajikan mata pelajaran secara terpadu yang artinya terdapat kepaduan antar mata pelajaran dalam kurikulum tersebut.

4.        Knowledge Based Curriculum (kurikulum berbasis pengetahuan)

       Desain kurikulum yang memiliki sifat knowledge based curriculum (kurikulum berbasis pengetahuan) berpusat/berfokus terhadap bagaimanan pengetahuan membangun tentang cara kerja berbagai disiplin ilmu.

5.        Competency-based Curriculum (kurikulum berbasis kompetensi)

       Desain kurikulum yang memiliki sifat competency-based curriculum (kurikulum berbasis kompetensi) berpusat/berfokus terhadap penentuan kompetensi yang akan dicapai dalam proses pembelajaran.

6.        Individual Curriculum (kurikulum individu)

Teori/konsep/sistem pendidikan tidak semuanya bisa digeneralkan atau di universalkan kepada semua peserta didik (siswa). Banyak teori lahir adalah adanya upaya melakukan penyamarataan (generalisasi) terhadap semua objek yang diteliti. Mengambil sampel kemudian mengeneralkan ke smua populasi. Padalah kemungkinan seluruh populasi berbeda dengan keadaan sampel yang diteliti adalah masih terbuka lebar. Setiap orang punya pola sendiri, metode, sistem, cara atau apalah namanya, untuk menguasai pengetahuan tertentu. Kurikulum atau sistem pendidikan hanya upaya menjeneralkan semua siswa atau pendidikan, padahal kondisi semua siswa tidak selamanya mereka ketahui.

7.        Interactive Curriculum (kurikulum interaktif)

       Interactive Curriculum berorientasi dengan menganggap siswa sebagai bagian dari lingkungan sosial sehingga siswa perlu mempelajari bidang-bidang keilmuan secara terpadu

8.        ICT Based Curriculum (kurikulum berbasis TIK)

       Sifat kurikulum ICT Based Curiculum adalah kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Aktivitas 17: The Nature Students’ Learn Mathematics (Sifat Siswa Belajar Matematika)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat siswa belajar matematika

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat siswa belajar matematika sekolah:

1.        Individual (individu)

Individual (individu) merupakan manusia yang hidup berdiri sendiri. Dalam sifat siswa belajar matematika maksudnya adalah siswa mengandalkan kemampuan sendiri secara maksimal untuk belajar matematika.

2.        Competition (kompetisi) 

Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki  seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas melaksanakan tugas- tugas di bidang pekerjaan tertentu.

3.        Motivation (motivasi)

Motivasi belajar merupakan dorongan yang timbul baik dari dalam maupun dari luar diri siswa, yang mampu menimbulkan semangat dan kegairahan belajar serta memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai.     

4.        Readiness (kesiapan)       

Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang atau individu untuk menanggapi dan mempraktekkan suatu kegiatan yang mana sikap tersebut memuat mental, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki dan dipersiapkan selama melakukan kegiatan tertentu.

5.        Scaffolding (perancah)   

Scaffolding ini merupakan teknik dimana peserta didik diberi tanggung jawab yang lebih besar dalam proses pembelajaran, sehingga mereka akan memiliki pemahaman yang lebih baik.

6.        Collaborative (kolaboratif)          

Pembelajaran kolaboratif merupakan sebuah proses di mana peserta didik pada berbagai tingkat kemampuan (kinerja) bekerja sama dalam kelompok kecil menuju tujuan bersama.

7.        Constructing (membangun)        

Constructing (membangun) berarti dalam pembelajaran, mengindikasikan bahwa siswa diberikan kebebasan untuk mengkonstruksi atau membangun pengetahuannya sendiri berkaitan dengan materi yang diajarkan.

8.        Contextual (konstektual)

Konstektual mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

9.        Enculturing (membudayakan)

Dalam pembelajaran matematika, enkulturasi merupakan sebuah kolaborasi antara matematika dan budaya sehingga tercipta sebuah pemikiran yang baik seperti halnya etnomatematika.

Sifat siswa belajar matematika yang paling tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika menurut saya adalah perpaduan seluruh sifat karena kesembilan sifat siswa belajar matematika ini saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain dan sangat berguna untuk membentuk siswa menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya. 

Aktivitas 18: The Nature Mathematical Thinking (Sifat Berpikir Matematika)

Tujuan             : Memahami berbagai sifat berpikir matematika

Materi             : Masalah atau pertanyaan yang diajukan, handout dan referensi pendukung

Pertanyaan/Masalah:

Berikut macam-macam sifat berpikir matematika:

1.        Subjective (subjektif)

Subjektif adalah sikap yang mengacu kepada keadaan di mana seseorang berfikiran relatif, hasil dari menduga duga, berdasarkan perasaan tau selera. Sikap subjektif adalah suatu sikap yang berdasarkan pada pandangan atau perasaan pribadi mengenai suatu hal.

2.        Objective (objektif)

Objektif dalam keilmuan berarti upaya-upaya untuk menangkap sifat alamiah (empiris) sebuah objek yang sedang diteliti/ dipelajari dengan suatu cara di mana tidak tergantung pada fasilitas apapun dari subjek yang menyelidikinya. Keobjektifan pada dasarnya tidak berpihak, di mana sesuatu secara ideal dapat diterima oleh semua pihak, karena pernyataan yang diberikan terhadapnya bukan merupakan hasil dari asumsi (kira-kira), prasangka, ataupun nilai-nilai yang dianut oleh subjek tertentu.

3.        Producing (memproduksi)

Berpikir produktif merupakan kemampuan berpikir yang dapat membantu pebelajar belajar mandiri tentang apa yang dibutuhkan atau yang diinginkan. Oleh sebab itu, pembelajaran sangat penting memberikan penekanan pada peningkatan kemampuan berpikir produktif.

4.        Reflecting (mencerminkan)

Kemampuan berpikir reflektif merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya dengan pengetahuan sebelumnya sehingga diperoleh suatu kesimpulan untuk menyelesaikan permasalahan yang baru. Sehingga kemampuan berpikir sangat tepat dalam memecahkan masalah matematika. Selain itu, kemampuan berpikir reflektif dituntut harus cermat dan teliti dalam memahami suatu materi maupun suatu masalah.

5.        Critizising (mengkritik)

Berpikir kritis matematis merupakan sebuah kemampuan untuk berpikir matematis secara rasional dan tertata yang bertujuan untuk memahami hubungan antara ide dan/atau fakta.

6.        Constructing (membangun)

Constructing (membangun) berarti dalam pembelajaran, mengindikasikan bahwa siswa diberikan kebebasan untuk mengkonstruksi atau membangun pengetahuannya sendiri berkaitan dengan materi yang diajarkan.

7.        Social Activity (aktifitas sosial)

Aktivitas sosial merupakan kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat di lingkungan sekitar. Siswa yang memiliki sifat berpikir matematika sosial activity dapat membaur dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya.

8.        Attitude (sikap)

Sikap merupakan tanggapan reaksi seseorang terhadap objek tertentu yang bersifat positif atau negatif yang biasanya diwujudkan dalam bentuk rasa suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek tertentu.

9.        Content (isi)

Konten atau isi dari pembelajaran sangat berpengaruh dalam pendidikan, dikarenakan konten atau informasi itu dapat diperoleh dari manapun kapanpun. Hal ini sangat berpengaruh dalam pembelajaran matematika, karena konten yang efisien dan terjangkau sehingga siswa dapat belajar apa saja kapan saja, di mana saja.

10.    Method (metode)

Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

11.    Conjecture (dugaan)

Konjektur adalah “suatu pernyataan yang belum dapat dibuktikan secara matematis, namun memiliki bukti-bukti empiris dalam bentuk kasus-kasus dan contoh”. Konjektur dapat berupa dugaan terhadap suatu permasalahan.

12.    Embodiment (perwujudan)

Dalam ranah pendidikan, embodiment adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk membuat siswa mengerti apa yang ingin disampaikan oleh guru. Dikatakan sebuah materi disampaikan guru dengan baik berarti materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik dan dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konseptual siswa.


Referensi

Djamarah, S. B., & Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rienka Cipta.

Ernest. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. London: Taylor & Francis Library.

Gazali, Rahmita Yuliana. (2016). Pembelajaran Matematika Yang Bermakna. Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Banjarmasin, 2 (3): 181-190.

Marsigit. (2011). Pengembanagan Kurikulum Pendidikan Matematika sebagai Pilar Pembangunan Karakter Bangsa. Yograkarta.

Marsigit. (2018). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Matematikai. Yogyakarta: Media Akademika.

Nurdin, F., Ihsan, M., Rahmawati, I., & Lestari, H. (2020). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Kerja Inovatif Guru Di SMA Swasta Se-Kecamatan Pamijahan Bogor. Indonesian Journal of Science, 1(2), 99-105.

Palma, Dewi Isabela. dkk. (2020). Penggunaan Kalkulator Saintifik sebagai Media Eksploratif bagi Peserta Didik untuk Menemukan Sifat-sifat Eksponensial. PRISMA UNNES, 3 : 377-384.

Pradana, Galih W. dan Ma’ruf, M. Farid. (2015). Desentralisasi Pendidikan. Semarang: UNESA UNIVERSITY PRESS.

Sumartini. (2016). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut, 5 (2): 148-158.

Wasitohadi. (2012). Pragmatisme, Humanisme dan Implikasinya Bagi Dunia Pendidikan Di Indonesia. Satya Widya (Jurnal Penelitian Pengembangan Pendidikan), 28 (2): 175-189.

Yuliarty, Popy. dkk. (2008). Pengembangan Desain Produk Papan Tulis dengan Metode Quality Function Deployment (QFD). Jurnal Ilmiah PASTI, 6 (1): 1-13.

No comments:

Post a Comment