TUGAS AKHIR 2
PENERAPAN
IDEOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Matakuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit,
M.A
Disusun oleh:
Nisrina
Fauziyyah Puad 213092510002
PROGRAM
STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2021
ABSTAK
Setiap
permasalahan yang muncul di kehidupan manusia harus diteliti secara ilmiah,
filsafat ilmu sangat berperan penting untuk mengkaji permasalahan-permasalahan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang sekarang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang demokratis dan didasari oleh pancasila
sebagai falsafahya, oleh karena itu ideologi yang diimplementasikan dalam
pendidikan yang ada di Indonesia adalah public
educator yang berbasis karakter. Implementasi pendidikan karakter dapat
dikembangkan di sekolah melalui pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang
bermuara pada pembentukan karakter dalam diri siswa. Pada dasarnya kegiatan
pembelajaran matematika selain menjadikan siswa menguasai kompetensi (materi)
yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan siswa peduli serta
menginternalisasi nilai-nilai dalam perilaku sehari-hari. Nilai-nilai karakter
yang dapat dikembangkan adalah berfikir kritis dan logis, rasa ingin tahu,
toleransi, bertanggung jawab, mandiri, kreatif, jujur, menghargai karya dan
prestasi orang lain, dan disiplin. Dengan adanya pengembangan nilai karakter
diharapkan penerapan pembelajaran dengan menggunakan beberapa metode,
diantaranya: (1) PjBL (Project Based
Learning); (2) PBL (Problrm Based
Learning); dan (3) Inkuiri.
Kata kunci: Filsafat; Ideologi
Pendidikan Matematika; Pendidikan Karakter.
PENERAPAN
IDEOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH
A.
FILSAFAT
ILMU
Filsafat
berasal dari Bahasa Yunani yaitu “philosophia”,
“philein” yang mana artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “kebijaksanaan”.
Jadi, filsafat artinya cinta akan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang dimaksud
disini adalah kebenaran yang sejati. Filsafat adalah keingintahuan seseorang
untuk mengetahui kebenaran yang sesumgguhnya. Dan orang yang melakukan filsafat
disebut filsuf/filosof/philospohus. Amka (2019) mengemukakakn bahwa filsafat
diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the
mother of sciences) yang mampu menjawab segala pertanyaan dan
permasalahaan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta
hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupanya.
Filsafat
memiliki 2 cabang yaitu filsafat sistematis dan sejarah filsafat. Filsafat
sistematis sebagai landasan dalam pembentukan filsafat, sedangkan sejarah
filsafat adalah suatu bagian yang didalamnya terdapat pembahasan tentang
sejarah-sejarah filsafat dari zaman kuno hingga ke zaman modern, seperti
filsafat Yunani (Barat), India, Cina, dan sejarah filsafat islam.
Dengan
adanya filsafat dapat didimpulkan manfaatnya, diantaranya: (1) merasakan hidup
yang lebih sadar sebagai manusia, Tidak menjadikan kita tenggelam dalam kejasmanian
saja (kurang berpikir); (2) menjadikan lebih cerdas dan tangkas, serta melatih
untuk berpandangan luas (tidak picik).
Burhanuddin
(2018) berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif,
radikal dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan,
landasan dan hubungannya dengan segala segi kehidupan. Kirom (2011)
mengemukakan bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah suatu telaah kritis
terhadap metode yang digunakan untuk mengkaji ilmu tertentu, baik itu secara
empiris maupun rasional. Filsafat ilmu merupakan bagian filsafat yang mencoba
berbuat bagi keilmuan yang dikerjakan filsafat terhadap seluruh pengalaman
manusia. Filsafat melakukan dua hal: di satu sisi, membangun teori-teori
tentang manusia dan alam semesta serta menyajikannya sebagai landasan-landasan
bagi keyakinan dan tindakan; di sisi lain, filsafat memeriksa secara kritis
segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan dan
tindakan (Gie dalam Kirom, 2011).
Pengetahuan
ilmiah memiliki tujuan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan ilmiah yang
ada. Menurut Bahm (dalam Kirom, 2011) berpendapat bahwa ilmu itu sendiri adalah
suatu nama bagi usaha manusia untuk mampu memahami sifat dasar berbagai hal
dengan jalan merumuskan hipotesis-hipotesis atau teori-teori tentang
sifat-sifat dasar dan mengujinya secara pengamatan atau percobaan untuk
mengetahui apakah masih berlaku atau tidak. Diantara permasalahan yang dapat
dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang ada di lingkungan pendidikan.
Masalah
ilmiah dapat diterima oleh masyarakat jika dapat dikomunikasikan dan dapat
dipecahkan menggunakan metode secara ilmiah. Dengan demikian, setiap
permasalahan yang muncul di kehidupan manusia harus diteliti secara ilmiah,
filsafat ilmu sangat berperan penting untuk mengkaji permasalahan-permasalahan
kehidupan secara ilmiah. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah
seharusnya filsafat ilmu dengan dasar-dasar dan metode ilmiahnya mampu
menyelesaikan persoalan kebangsaan yang sekarang dihadapi oleh bangsa
Indonesia.
B.
FILSAFAT
PENDIDIKAN
Pendidikan
adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik, baik
potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi
nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya (Amka, 2019). Landasan dari
pendidikan adalah cirta-cita kemanusiaan yang besifat universal. Pendidikan
memeliki tujuan untuk menyiapkan pribadi yang seimbang, bersatu, organis,
harmonis, dan dinamis untuk mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat
pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah
pendidikan. Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana
mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan
menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang
didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan
menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi
antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan
rambu-rambu dari teori-teori pendidikan.
Filsafat
pendidikan tidak hanya merupakan cara untuk mendapatkan dan mencari ide-ide,
tetapi juga merupakan media pembelajaran tentang bagaimana menggunakan ide-ide
tersebut secara lebih tepat. Filsafat pendidikan hanya bisa menjadi signifikan
ketika pendidik mengenali perlunya berpikir secara jernih tentang apa yang
sedang mereka lakukan. Kemudian melihat relasi antara apa yang sedang mereka
kerjakan dengan konteks individu dan perkembangan sosial yang lebih luas. Dalam
konteks inilah, praktik memperluas teori dan mengarahkannya untuk mendapatkan
kemungkinan-kemungkinan yang baru.
Para
pendidik harus memahami bahwa filsafat pendidikan juga memberikan sesuatu yang
berbeda dalam wawasan dan aktivitas pendidikan itu sendiri. Maka perlunya
menggunakan ide-ide filosofis dan pola-pola pemikiran agar dapat menjadikan
aktivitas mereka pada taraf kesadaran etis. Bukannya sekedar rutinitas. Maka
dari itu tidak berarti bahwa guru harus menerima pemikiran filsafat apa adanya.
Mereka harus tetap menguji pemikiran filsafat sesuai dengan konteks sosial
siswa. Ketika kondisi berubah maka perspektif dan wawasan harus diuji kembali.
Ada
empat macam tujuan pendidikan yang tingkatandan luasnya berlainan, yaitu tujuan
pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan
nstruksional (Amka, 2019).
1.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan
pendidikan nasional yaitu membangun kualitas yang bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga
negara yang berjiwa pancasila yang mempunyai semangat dan kesadaran yang
tinggi, berbudi pekerti luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil,
dan dapat mengembangkan dan menyuburkan tingkat demokrasi, dapat memelihara
hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat
jasmani, mampu mengembangkan daya estetika, sanggup membangun diri dan masyarakat.
2.
Tujuan Institusional
Tujuan
institusional adalah perumusan secara umum pola perilaku dan pola kemampuan
yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.
3.
Tujuan Kurikuler
Tujuan
Kurikuler yaitu untuk mencapai pola perilaku dan pola kemampuan serta
keterampilan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga, yang sebenarnya
merupakan tujuan institusional dari bagan pendidikan tersebut.
4.
Tujuan instruksional
Tujuan
instruksional adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai
oleh siswa dan anak didik sesudah melewati kegiatan instruksional yang
bersangkutan dengan berhasil.
Tujuan filsafat pendidikan yang
lainnya, yaitu :
1.
Dengan berfikir filsafat seseorang bisa
menjadi manusia, lebih mendidik, dan membangun diri sendiri.
2.
Seseorang dapat menjadi orang yang dapat
berfikir sendiri.
3.
Memberikan dasar-dasar pengetahuan,
memberikan pandangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan merupakan
satu kesatuan.
4.
Hidup seseorang dipimpin oleh pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang tersebut, sebab itu mengetahui pengetahuan-pengetahuan
terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri.
5.
Bagi seorang pendidik, filsafat
mempunyai kepentingan istimewa karena filsafatlah yang memberikan dasar-dasar
dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai manusia, seperti misalnya ilmu
mendidik (Amka, 2019).
C.
IDEOLOGI
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang demokratis dan didasari oleh pancasila sebagai
falsafahya, maka akibatnya ideologi yang diimplementasikan dalam pendidikan
yang ada di Indonesia adalah public
educator. Hal ini sejalan dengan pendapat Marsigit (2018: 251) ideologi
pendidikan Indonesia adalah menganut atau mengimplementasikan ideologi
pendidikan public educator.
Dikarenakan ideologi setiap Negara berbeda-beda, maka sistem pendidikan di
dunia persekolahan masing-masing Negara akan disesuaikan dengan pandangan hidup
dari bangsanya.
Dikarenakan
pendidikan di Indonesia mengadopsi ideologi filsafat public educator, maka pendidikan matematika menjadi berbasis
karakter. Marsigit (2018: 262) menyatakan bahwa keilmuan dalam perspektif
pendidiakn matematika berbasis karakter dalam teori dan praktik bermakna bahwa
matematika sebagai ilmu dan pengetahuan yang dipelajari, dikembangakan sebagai
proses berpikir secara terus menerus sehingga menghasilkan produk pengetahuan
baru, nilai-nilai, keterampilan yang inovatif dan kreatif sehingga meningkatkan
derajat hidup manusia.
Pola
berpikir dalam filsafat adalah berpikir reflektif, oleh sebab itu guru dapat
merefleksikan dan mengetahui pola pikir para siswanya dalam memahami
matematika. Selain itu, filsafat juga sangat berperan dalam pendidikan karakter
yang meliputi aspek material, formal, normatif, dan spiritual. Baik siswa
maupun guru diajak untuk lebih santun terhadap ruang dan waktu serta lebih
mampu memaknai suatu proses pembelajaran sebagai suatu proses pembangunan ilmu
pengetahuan. Sehingga terciptalah pembelajaran matematika yang tidak hanya
berpaku pada hasil akhir yakni nilai ujian, namun pembelajaran matematika yang
juga mengembangkan logika pikir dan pengembangan karakter siswa.
Pendidikan
karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk membantu peserta didik dalam memahami nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan denga Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesame
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, tatakrama,
budaya, dan adat istiadat (Amka, 2019). Pendikan
karakter sangat penting untuk diterapkan dan terus dikembangkan karena berguna
untuk menguatkan dasar-dasar nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Marsigit
(2018: 251-252) model ideologi pendidikan matematika berbasis karakter
bercirikan kepada:
1.
Pendidikan hendaknya menyeimbangkan
kebutuhan material dan spiritual manusia.
2.
Pendidikan hendaknya memanusiakan
manusia (humanis).
3.
Pendidikan hendaknya menyadarkan bahwa
manusia itu berbeda dengan manusia lain, dengan makhluk lain, dengan suku lain,
dengan bangsa lain agar manusia berpikir untuk saling mengenal dan saling
menolong dalam kebaikan.
4.
Pendidikan hendaknya menyadarkan
manusia, setelah menyadari hakekat tuhan, hakikat manusia, hakekat hidup dalam
keberanekaragaman dan perbedaan, maka berimplikasi pada pikiran dan sikap yang
tidak egois, tidak mengunggulkan keakuan, namun sebaliknya mengutamakan
kepentingan bersama dalam tindakan kedermaan, membangun kasih, ikatan
kekeluargaan, saling menghargai dan menghormati, memutuskan perkara dengan
prinsip musyawarah berlandaskan prinsip kemanusiaan.
5.
Pendidikan hendaknya menyadarkan manusia
kepada fitrahnya sebagai makhluk sosial, sehingga dalam menjalani kehidupan
harus berlaku adil, dalam pikiran sikap dan perbuatan, tidak merasa paling
lebih serta menunjunjung tinggi nilai-nilai kebakan dan kebenaran.
D. PENERAPAN/IMPLEMENTASI IDEOLOGI
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH
Sesuai
yang tercantum dalam UU RI No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yaitu yang dimaksud
dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Amka
(2019) mengemukakan bahwa filsafat sebagai teori umum pendidikan dapat
diterapkan dalam penentuan kurikulum, metode, tujuan, serta kedudukan dan peran
guru atau pendidik juga anak didiknya. Adanya berbagai aliran dalam filsafat
pendidikan juga menyebabkan berbeda-bedanya kurikulum, metode, tujuan, serta
kedudukan guru dan siswa tersebut dalam struktur pendidikan. Semuanya
tergantung pada mazhab apa yang diterapkan atau dianut oleh para pelakunya.
Hanya saja, dalam hal ini mereka dituntut untuk memiliki kurikulum yang relevan
dengan pendidikan ideal, juga disesuaikan dengan perkembangan jaman dan
menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Metode
pendidikan juga harus mengandung nilai-nilai instrinsik dan ekstrinsik yang
sejalan dengan mata pelajaran dan secara fungsional dapat direalisasikan dalam
kehidupan.
Ideologi
filsafat memberikan pengetahuan baru yang menarik dan menjadikan siswa menjadi
pribadi yang mandiri dalam kehidupan sehari-harinya karena tujuan siswa belajar
adalah untuk mengkonstruksikan pengetahuan matematikanya sendiri dengan bantuan
guru. Implementasi ideologi filsafat dalam pendidikan matematika di sekolah
dapat menciptakan proses belajar mengajar yang lebih efektif dan efesien.
Marsigit (dalam Pertiwi, 2017) menyatakan bahwa implementasi
pendidikan karakter dalam pendidikan matematika di sekolah dapat menekankan
kepada hubungan antar manusia dalam dimensinya dan menghargai adanya perbedaan
individu baik dalam kemampuan maupun pangalamannya. Salah satu hubungan antar
manusia yang terjadi di sekolah dengan adanya interaksi antara guru dan siswa
pada saat proses pembelajaran berlangsung. Guru sebagai praktisi pendidikan
harus merencanakan penerapan pendidikan karakter dengan memperhatikan adanya
perbedaan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Melalui
proses implementasi ideologi, seorang guru akan lebih memahami karakter
masing-masing siswanya
Badan
Standar Nasional Pendidikan (2006, p.140) mata pelajaran matematika bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika; (2)
menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) memecahkan masalah; (4)
mengomunikasikan gagasan; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan. Pendidikan matematika di sekolah memiliki peran yang sangat
penting untuk membentuk sikap dalam menyelesaikan masalah dan membentuk pola
pikir siswa melalui pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman pada saat
pembelajaran berlangsung. Pengembangan karakter dalam pendidikan matematika di sekolah
bisa mulai ditanamkan sejak dini kepada siswa dengan harapan pembiasaan yang
dilakukan sejak kecil dapat menjadi karakter yang melekat pada diri siswa.
Sumarmo
(dalam Widodo, 2017) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika berbasis
pendidikan berkarakter merupakan proses pembelajaran yang melibatkan beragam unsur
(bidang studi, siswa, guru, dan lingkungan) sehingga tidak dapat disederhanakan
menjadi suatu konsep. Pendidikan matematika yang berbasis karakter tidak
diajarkan secara langsung terhadap siswa di dalam kelas seperti materi
pelajaran lainnya, namun melalui pemahaman, pembiasaan, teladan dan
pembelajaran yang terintegrasi.
Pendidikan
matematika berbasis karakter memiliki makna bahwa pendidikan matematika
mentransfer, dan mentransformasikan pengetahuan, karakter, dan keterampilan
kepada peserta didik dalam konsep integrasi mata pelajaran atau dalam kegiatan
ekstra kuurikuler (Marsigit, 2018). Pendidikan matematika yang berbasis
karakter dapat digunakan pada mata pelajaran matematika memalui serangkaian
kegitan pembelajaran yang dilengkapi dengan komponen-komponen pendukungnya.
Guru
sebagai fasilitator dituntut untuk lebih progresif untuk mengembangkan dirinya
serta berpeluang menciptakan kemajuan, kreativitas, dan inovasi pembelajaran
guna menghadapi tuntutan dan kebutuhan zaman. Marsigit (2018:260) menyebutkan
tujuan matematika dari pendidik progresif adalah untuk menyumbang terhadap
perkembangan meyeluruh dari pertumbuhan manusia, ditambah untuk mengembangkan
kreativitas anak dan realisasi diri dalam pengalaman belajar matematika.
Pengimplementasian
pendidikan karakter dalam pendidikan matematika menjadi kesatuan yang mutlak
untuk diterapkan disetiap jenjang pendidikan, khususnya di jenjang pendidikan
sekolah dasar. Alasan kuat mengapa pendidikan di sekolah dasar harus mengimplementasikan
pendidikan karakter karena menjadi pondasi atau landasan utama dalam
pembentukan generasi muda di Indonesia. Ketika generasi muda Indonesia memiliki
karakter yang sesuai dengan harapan bangsa, maka tujuan diselenggarakannya
pendidikan telah tercapai.
Matematika
sebagai salah satu mata pelajaran wajib diharapkan tidak hanya membekali siswa
dengan kemampuan untuk menggunakan perhitungan atau rumus dalam mengerjakan
soal tes saja akan tetapi juga mampu melibatkan kemampuan, sikap, dan keterampilan
bernalar dan analitisnya dalam memecahkan masalah sehari-hari (Marsigit, 2018).
Pada era global ini para siswa dituntut untuk memiliki kemampuan kreatif,
berpikir kritis, berkomunikasi, dan berkolaborasi untuk menghadapi kompetensi
di masyarakat. Matematika dapat dijadikan sebagai alat dan sarana bagi siswa
untuk memperoleh serangkaian kompetensi yang dibutuhkan dan berkelanjutan dalam
kehidupannya (long life education).
Pada
saat pembelajaran berlangsung guru menggunakan model dan metode pembelajaran
matematika yang berbasis karakter dan sesuai dengan kondisi yang ada.
Pendekatan kontekstual sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika
berbasis karakter dengan mengaitkan pembahasan suatu topik yang dikaitkan
dengan kondisi yang dialami oleh pesera didik atau ketika peserta didik
menemukan masalah dan memecahkan masalah yang nyata dihadapi peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan topik yang dibahas. Apa yang
terjadi di lingkungan peserta didik itulah yang dipelajari atau digunakan untuk
penguatan dan pengayaan materi ajar.
Selain
pendekatan kontekstual dalam penyelenggaraan pendidikan matematika berbasis
karakter dapat menggunakan pendekatan saintifik. Musfiqon (2015, 132) Dalam
pendekatan saintifik paling tidak ada tiga model pembelajaran yang dapat
diterapkan, yaitu:
1.
Model pembelajaran berbasis proyek
Proyek
disini artinya sebuah kegiatan sistematis telah ditetapkan awal dimulainya
pekerjaan dan waktu penyelesaiannya untuk mencapai tujuan tertentu dengan
menggunakan sumber daya serta metode yang ditetapkan. Pembelajaran Berbasis
Proyek (Project Based Learning=PjBL)
dalah model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai media
pembelajaran. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi,
sintesis, dan mencari informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil
belajar. PjBL dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang
diperlukan siswa dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.
Dalam
pembelajaran berbasis proyek keberadaan masalah menjadi langkah awal untuk mengumpulkan
dan mengintegrasikanpengetahuan baru berdasarkan pengalaman dalam beraktifitas
secara nyata, yaitu dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Berbasis Proyek
dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan siswa dalam
melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai
dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing siswa
dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi)
dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung siswa dapat melihat
berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang
sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia
nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa.
Menurut
Daryanto (dalam Musfiqon, 2015) pembelajaran Berbasis Proyek memiliki
karakteristik sebagai berikut:
·
Siswa membuat keputusan tentang sebuah
kerangka kerja;
·
Adanya permasalahan atau tantangan yang
diajukan kepada siswa;
·
Siswa mendesain proses untuk menentukan
solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;
·
Siswa secara kolaboratif
bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan
permasalahan, proses evaluasi dijalankan secara kontinu;
·
Siswa secara berkala melakukan refleksi
atas aktivitas yang sudah dijalankan, produk akhir aktivitas belajar akan
dievaluasi secara kualitatif, situasi pembelajaran sangat toleran terhadap
kesalahan dan perubahan.
Langkah pembelajaran (dalam
Musfiqon, 2015) berbasis proyek dilaksanakan dengan berurutan sesuai tahapan.
Berikut ini penjelasan dari masing-masing tahapan:
a.
Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question). Pembelajaran
dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai
dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru
berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk siswa.
b.
Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project). Perencanaan
dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa diharapkan
akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan
main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial,
dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui
alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
c.
Menyusun Jadwal (Create a Schedule). Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun
jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek.
d.
Memonitor peserta didik dan kemajuan
proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project). Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor
terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan
dengan cara menfasilitasi siswa pada setiap proses.
e.
Menguji Hasil (Assess the Outcome). Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam
mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-
masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa,
membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
f.
Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience). Pada akhir
proses pembelajaran, Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan
hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswamengembangkan
diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga
pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new
inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama
pembelajaran.
Dalam model
pembelajaran berbasis proyek, peran tenaga pendidik adalah:
·
Merencanakan dan mendesain pembelajaran.
·
Membuat strategi pembelajaran.
·
Membayangkan interaksi yang akan terjadi
antara tenaga pendidik dan siswa.
·
Mencari keunikan siswa.
·
Menilai siswa dengan cara transparan dan
berbagai macam penilaian.
·
Membuat portofolio pekerjaan siswa.
Sedangkan peran peserta
didik dalam pembelajaran berbasis proyek adalah:
·
Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.
·
Melakukan riset sederhana.
·
Mempelajari ide dan konsep baru.
·
Belajar mengatur waktu dengan baik.
·
Melakukan kegiatan belajar
sendiri/kelompok.
·
Mengaplikasikanhasil belajar lewat
tindakan.
·
Melakukan interaksi sosial (wawancara,
survey, observasi, dll).
2.
Model pembelajaran berbasis masalah
Pemecahan
masalah merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran maupun
penyelesaiannya. Siswa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang
bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematik
penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian,
komunikasi matematik, dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Berhadapan
dengan sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba menyelesaikannya merupakan
cirri khas makhluk hidup yang berakal. Pemecahan masalah merupakan latihan bagi
siswa untuk berhadapan dengan sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba
untuk menyelesaikannya. Ini merupakan kompetensi yang harus ditumbuhkan pada
diri siswa.
Problem Based Learning
(PBL) dirancang dengan menghadirkan masalah-masalah yang kemudian peserta didik
mendapat pengetahuan penting dari masalah yang dimunculkan. Lebih lanjut,
peserta didik diharapkan mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki model belajar
sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim untuk menyelesaikan
masalah secara berkelompok.
Pemecahan
masalah masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit dalam matematika baik
oleh siswa dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya. Berbagai
kesulitan ini muncul antara lain karena mencari jawaban dipandang sebagai
satu-satunya tujuan yang ingin dicapai. Karena hanya berfokus pada jawaban,
anak sering kali salah dalam memilih teknik penyelesaian yang sesuai.
Strategi
pemecahan masalah ini termasuk heuristik, karena pada dasarnya siswa harus
dapat menemukan masalah sendiri. Heuristik Polya membagi 4 langkah penyelesaian
soal atau masalah, diantaranya: (1) paham apa yang diketahui dan apa yang
Ditanyakan; (2)
menyusun strategi; (3) menjalankan strategi; (4) melihat kembali dan cek
dengan cara menyusun
strategi baru yang lebih baik.
Karakteristik
yang baik bagi orang untuk mampu melakukan problem
solving. Penyelidikan dilakukan di Amerika oleh Dodson dan Hollander (dalam
Susilawati, 2020) menurut mereka kemampuan pemecahan masalah yang harus
ditumbuhkan adalah:
·
Kemampuan mengerti konsep dan istilah
matematika.
·
Kemampuan untuk mencatat kesamaan,
perbedaan, dan analogi.
·
Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen
terpenting dan memilih prosedur yang benar.
·
Kemampuan untuk memilih hal yang tidak
berkaitan.
·
Kemampuan untuk mnganalisa.
·
Kemampuan untuk memvisualisasikan dan
menginterpretasikan kuantitas.
·
Kemampuan untuk memperumum berdasarkan
beberapa contoh.
·
Kemampuan untuk berganti metode yang
telah diketahui.
·
Mempunyai kepercayaan diri yang cukup.
Untuk mengembangkan
kemampuan di atas, guru hendaknya:
·
Mengarahkan siswa untuk menggunakan
strategi-strategi pemecahan masalah.
·
Memberikan waktu yang cukup untuk
mencoba soal yang ada.
·
Ajaklah siswa untuk menyelsaikan dengan
cara lain.
·
Ajaklah siswa untuk mencari penyelesaian
yang lebih baik
3.
Model pembelajaran berbasis inquiry.
Pembelajaran
inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau
peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri menekankan
kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara
langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan
sendiri materi pelajaran, sedangkan tenaga pendidik berperan sebagai
fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.
Strategi
inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuan
dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiri adalah
(1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan
kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3)
mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Tahapan pembelajaran
inkuiri menurut Musfiqon (2015) ada enam langkah, yaitu:
a.
Langkah pertama, Stimulation. Tahap ini guru memulai dengan mengajukan persoalan
atau menyuruh siswa membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan
di dalamnya.
b.
Langkah kedua, problem statement. Tahap ini peserta didik diberi kesempatan
mengidentifikasi berbagai permasalahan sebanyak mungkin. Kemudian peserta didik
memilih satu masalah yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk
dipecahkan. Permasalahan yang dipilih ini selanjutnya harus dirumuskan dalam
pernyataan hipotesis, sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang telah
dirumuskan.
c.
Langkah ketiga, data collection. Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan membaca
literatur, mengamati objek yang dipelajari, mewawancarai sumber, mencoba (uji
coba) sendiri dan sebagainya.
d.
Langkah keempat, data processing. Pada tahap ini semua informasi yang telah
diperoleh dari bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, diolah dengan cara
diklasifikasikan, ditabulasikan, bahkan kalau perlu dihitung dengan cara
tertentu serta ditafsirkan dengan tingkat kepercayaan atau taraf signifikansi
yang telah ditentukan. Dalam tahap ini juga diambil kesimpulan sementara.
e.
Langkah kelima, verification. Pada tahap ini difokuskan pada mengecekan ulang
pada hasil olahan dan tafsiran atau informasi yang ada untuk memastikan apakah
hipotesis yang diajukan telah terjawab atau belum. Pada tahap ini sekaligus
dilakukan uji hipotesis.
f.
Langkah keenam, generalization. Pada tahap akhir ini dilakukan penarikan kesimpulan
yang dilanjutkan dengan menyusun generalisasi hasil. Proposisi atau pernyataan
ilmiah disusun pada tahap terakhir ini
Pendidikan
karakter mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri siswa,
sehingga siswa dapat memiliki dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan bermasyarakat dengan menjadi warga negara yang religius, produktif,
dan kreatif. Implementasi pendidikan karakter dapat dikembangkan di sekolah
melalui pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang bermuara pada
pembentukan karakter dalam diri siswa.
Pada
dasarnya kegiatan pembelajaran matematika selain menjadikan siswa menguasai
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan siswa
peduli serta menginternalisasi nilai-nilai dalam perilaku sehari-hari. Nilai-nilai
karakter yang dapat dikembangkan adalah berfikir kritis dan logis, rasa ingin
tahu, toleransi, bertanggung jawab, mandiri, kreatif, jujur, menghargai karya
dan prestasi orang lain, dan disiplin. Dengan adanya kajian di atas diharapkan
dapat menjadi alternatif penerapan pembelajaran yang berbasis karakter dan
dapat dikembangkan pada metode pembelajaran yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amka. (2019). Filsafat Pendidikan. Siduardjo: Nizamia
Learning Center.
Badan Standar Nasional
Pendidikan. (2006). Standar isi untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: BSNP.
Burhanauddin, Nunu.
(2018). Filsafat Ilmu. Prenadamedia
Group: Jakarta Timur.
Kirom, Syahruk. (2011).
Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya dalam Mengatasi
Persoalan Kebangsaan.
Marsigit, dkk. (2018). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Matematika.
Yogyakarta: Media Akademi. Jurnal
Filsafat,.21 (2): 99-117.
Musfion, &
Nurdyansyah. (2015). Pendekatan Pembelajaran
Saintifik. Sidoarjo: CV. NLC the future spirit.
Pertiwi, Indah. &
Marsigit. (2017). Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Matematika SMP di Kota Yogyakarta. Jurnal
Riset Pendidikan Matematika, 4 (2): 153-165.
Susilawati, Wati. (2020).
Belajar dan Pembelajaran Matematika.
CV. Insan Mandiri: Bandung.
Widodo, Suprih. (2017).
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan ke-SD-an, 12 (2)
:12-22.
mummys gold casino no deposit bonus | Free spins no deposit bonus bet365 bet365 온라인카지노 온라인카지노 1992Online Sloto Casino Bonus Codes 2020 - Vntopbet
ReplyDelete