Tuesday, December 7, 2021

TUGAS AKHIR 2 - PENERAPAN IDEOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

 

TUGAS AKHIR 2

PENERAPAN IDEOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A

 

 


 

 

Disusun oleh:

                                    Nisrina Fauziyyah Puad                      213092510002

 

 

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021



ABSTAK

Setiap permasalahan yang muncul di kehidupan manusia harus diteliti secara ilmiah, filsafat ilmu sangat berperan penting untuk mengkaji permasalahan-permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sekarang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang demokratis dan didasari oleh pancasila sebagai falsafahya, oleh karena itu ideologi yang diimplementasikan dalam pendidikan yang ada di Indonesia adalah public educator yang berbasis karakter. Implementasi pendidikan karakter dapat dikembangkan di sekolah melalui pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri siswa. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran matematika selain menjadikan siswa menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan siswa peduli serta menginternalisasi nilai-nilai dalam perilaku sehari-hari. Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan adalah berfikir kritis dan logis, rasa ingin tahu, toleransi, bertanggung jawab, mandiri, kreatif, jujur, menghargai karya dan prestasi orang lain, dan disiplin. Dengan adanya pengembangan nilai karakter diharapkan penerapan pembelajaran dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya: (1) PjBL (Project Based Learning); (2) PBL (Problrm Based Learning); dan (3) Inkuiri.

 

Kata kunci: Filsafat; Ideologi Pendidikan Matematika; Pendidikan Karakter.


PENERAPAN IDEOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

 

A.      FILSAFAT ILMU

Filsafat berasal dari Bahasa Yunani yaitu “philosophia”, “philein” yang mana artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “kebijaksanaan”. Jadi, filsafat artinya cinta akan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang dimaksud disini adalah kebenaran yang sejati. Filsafat adalah keingintahuan seseorang untuk mengetahui kebenaran yang sesumgguhnya. Dan orang yang melakukan filsafat disebut filsuf/filosof/philospohus. Amka (2019) mengemukakakn bahwa filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences) yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahaan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupanya.

Filsafat memiliki 2 cabang yaitu filsafat sistematis dan sejarah filsafat. Filsafat sistematis sebagai landasan dalam pembentukan filsafat, sedangkan sejarah filsafat adalah suatu bagian yang didalamnya terdapat pembahasan tentang sejarah-sejarah filsafat dari zaman kuno hingga ke zaman modern, seperti filsafat Yunani (Barat), India, Cina, dan sejarah filsafat islam.

Dengan adanya filsafat dapat didimpulkan manfaatnya, diantaranya: (1) merasakan hidup yang lebih sadar sebagai manusia, Tidak menjadikan kita tenggelam dalam kejasmanian saja (kurang berpikir); (2) menjadikan lebih cerdas dan tangkas, serta melatih untuk berpandangan luas (tidak picik).

Burhanuddin (2018) berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan segala segi kehidupan. Kirom (2011) mengemukakan bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan untuk mengkaji ilmu tertentu, baik itu secara empiris maupun rasional. Filsafat ilmu merupakan bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi keilmuan yang dikerjakan filsafat terhadap seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua hal: di satu sisi, membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta serta menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di sisi lain, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan dan tindakan (Gie dalam Kirom, 2011).

Pengetahuan ilmiah memiliki tujuan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan ilmiah yang ada. Menurut Bahm (dalam Kirom, 2011) berpendapat bahwa ilmu itu sendiri adalah suatu nama bagi usaha manusia untuk mampu memahami sifat dasar berbagai hal dengan jalan merumuskan hipotesis-hipotesis atau teori-teori tentang sifat-sifat dasar dan mengujinya secara pengamatan atau percobaan untuk mengetahui apakah masih berlaku atau tidak. Diantara permasalahan yang dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang ada di lingkungan pendidikan.

Masalah ilmiah dapat diterima oleh masyarakat jika dapat dikomunikasikan dan dapat dipecahkan menggunakan metode secara ilmiah. Dengan demikian, setiap permasalahan yang muncul di kehidupan manusia harus diteliti secara ilmiah, filsafat ilmu sangat berperan penting untuk mengkaji permasalahan-permasalahan kehidupan secara ilmiah. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah seharusnya filsafat ilmu dengan dasar-dasar dan metode ilmiahnya mampu menyelesaikan persoalan kebangsaan yang sekarang dihadapi oleh bangsa Indonesia.

 

B.       FILSAFAT PENDIDIKAN

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik, baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya (Amka, 2019). Landasan dari pendidikan adalah cirta-cita kemanusiaan yang besifat universal. Pendidikan memeliki tujuan untuk menyiapkan pribadi yang seimbang, bersatu, organis, harmonis, dan dinamis untuk mencapai tujuan hidup kemanusiaan.

Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan.

Filsafat pendidikan tidak hanya merupakan cara untuk mendapatkan dan mencari ide-ide, tetapi juga merupakan media pembelajaran tentang bagaimana menggunakan ide-ide tersebut secara lebih tepat. Filsafat pendidikan hanya bisa menjadi signifikan ketika pendidik mengenali perlunya berpikir secara jernih tentang apa yang sedang mereka lakukan. Kemudian melihat relasi antara apa yang sedang mereka kerjakan dengan konteks individu dan perkembangan sosial yang lebih luas. Dalam konteks inilah, praktik memperluas teori dan mengarahkannya untuk mendapatkan kemungkinan-kemungkinan yang baru.

Para pendidik harus memahami bahwa filsafat pendidikan juga memberikan sesuatu yang berbeda dalam wawasan dan aktivitas pendidikan itu sendiri. Maka perlunya menggunakan ide-ide filosofis dan pola-pola pemikiran agar dapat menjadikan aktivitas mereka pada taraf kesadaran etis. Bukannya sekedar rutinitas. Maka dari itu tidak berarti bahwa guru harus menerima pemikiran filsafat apa adanya. Mereka harus tetap menguji pemikiran filsafat sesuai dengan konteks sosial siswa. Ketika kondisi berubah maka perspektif dan wawasan harus diuji kembali.

Ada empat macam tujuan pendidikan yang tingkatandan luasnya berlainan, yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan nstruksional (Amka, 2019).

1.        Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan nasional yaitu membangun kualitas yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga negara yang berjiwa pancasila yang mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil, dan dapat mengembangkan dan menyuburkan tingkat demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat jasmani, mampu mengembangkan daya estetika, sanggup membangun diri dan masyarakat.

2.        Tujuan Institusional

Tujuan institusional adalah perumusan secara umum pola perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.

 

 

 

3.        Tujuan Kurikuler

Tujuan Kurikuler yaitu untuk mencapai pola perilaku dan pola kemampuan serta keterampilan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga, yang sebenarnya merupakan tujuan institusional dari bagan pendidikan tersebut.

4.        Tujuan instruksional

Tujuan instruksional adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh siswa dan anak didik sesudah melewati kegiatan instruksional yang bersangkutan dengan berhasil.

Tujuan filsafat pendidikan yang lainnya, yaitu :

1.        Dengan berfikir filsafat seseorang bisa menjadi manusia, lebih mendidik, dan membangun diri sendiri.

2.        Seseorang dapat menjadi orang yang dapat berfikir sendiri.

3.        Memberikan dasar-dasar pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan merupakan satu kesatuan.

4.         Hidup seseorang dipimpin oleh pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tersebut, sebab itu mengetahui pengetahuan-pengetahuan terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri.

5.        Bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena filsafatlah yang memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai manusia, seperti misalnya ilmu mendidik (Amka, 2019).

 

C.      IDEOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang demokratis dan didasari oleh pancasila sebagai falsafahya, maka akibatnya ideologi yang diimplementasikan dalam pendidikan yang ada di Indonesia adalah public educator. Hal ini sejalan dengan pendapat Marsigit (2018: 251) ideologi pendidikan Indonesia adalah menganut atau mengimplementasikan ideologi pendidikan public educator. Dikarenakan ideologi setiap Negara berbeda-beda, maka sistem pendidikan di dunia persekolahan masing-masing Negara akan disesuaikan dengan pandangan hidup dari bangsanya.

Dikarenakan pendidikan di Indonesia mengadopsi ideologi filsafat public educator, maka pendidikan matematika menjadi berbasis karakter. Marsigit (2018: 262) menyatakan bahwa keilmuan dalam perspektif pendidiakn matematika berbasis karakter dalam teori dan praktik bermakna bahwa matematika sebagai ilmu dan pengetahuan yang dipelajari, dikembangakan sebagai proses berpikir secara terus menerus sehingga menghasilkan produk pengetahuan baru, nilai-nilai, keterampilan yang inovatif dan kreatif sehingga meningkatkan derajat hidup manusia.

Pola berpikir dalam filsafat adalah berpikir reflektif, oleh sebab itu guru dapat merefleksikan dan mengetahui pola pikir para siswanya dalam memahami matematika. Selain itu, filsafat juga sangat berperan dalam pendidikan karakter yang meliputi aspek material, formal, normatif, dan spiritual. Baik siswa maupun guru diajak untuk lebih santun terhadap ruang dan waktu serta lebih mampu memaknai suatu proses pembelajaran sebagai suatu proses pembangunan ilmu pengetahuan. Sehingga terciptalah pembelajaran matematika yang tidak hanya berpaku pada hasil akhir yakni nilai ujian, namun pembelajaran matematika yang juga mengembangkan logika pikir dan pengembangan karakter siswa.

Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik dalam memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan denga Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, tatakrama, budaya, dan adat istiadat (Amka, 2019).  Pendikan karakter sangat penting untuk diterapkan dan terus dikembangkan karena berguna untuk menguatkan dasar-dasar nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Marsigit (2018: 251-252) model ideologi pendidikan matematika berbasis karakter bercirikan kepada:

1.    Pendidikan hendaknya menyeimbangkan kebutuhan material dan spiritual manusia.

2.    Pendidikan hendaknya memanusiakan manusia (humanis).

3.    Pendidikan hendaknya menyadarkan bahwa manusia itu berbeda dengan manusia lain, dengan makhluk lain, dengan suku lain, dengan bangsa lain agar manusia berpikir untuk saling mengenal dan saling menolong dalam kebaikan.

4.    Pendidikan hendaknya menyadarkan manusia, setelah menyadari hakekat tuhan, hakikat manusia, hakekat hidup dalam keberanekaragaman dan perbedaan, maka berimplikasi pada pikiran dan sikap yang tidak egois, tidak mengunggulkan keakuan, namun sebaliknya mengutamakan kepentingan bersama dalam tindakan kedermaan, membangun kasih, ikatan kekeluargaan, saling menghargai dan menghormati, memutuskan perkara dengan prinsip musyawarah berlandaskan prinsip kemanusiaan.

5.    Pendidikan hendaknya menyadarkan manusia kepada fitrahnya sebagai makhluk sosial, sehingga dalam menjalani kehidupan harus berlaku adil, dalam pikiran sikap dan perbuatan, tidak merasa paling lebih serta menunjunjung tinggi nilai-nilai kebakan dan kebenaran.

 

D.      PENERAPAN/IMPLEMENTASI IDEOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

Sesuai yang tercantum dalam UU RI No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional,         yaitu yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Amka (2019) mengemukakan bahwa filsafat sebagai teori umum pendidikan dapat diterapkan dalam penentuan kurikulum, metode, tujuan, serta kedudukan dan peran guru atau pendidik juga anak didiknya. Adanya berbagai aliran dalam filsafat pendidikan juga menyebabkan berbeda-bedanya kurikulum, metode, tujuan, serta kedudukan guru dan siswa tersebut dalam struktur pendidikan. Semuanya tergantung pada mazhab apa yang diterapkan atau dianut oleh para pelakunya. Hanya saja, dalam hal ini mereka dituntut untuk memiliki kurikulum yang relevan dengan pendidikan ideal, juga disesuaikan dengan perkembangan jaman dan menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Metode pendidikan juga harus mengandung nilai-nilai instrinsik dan ekstrinsik yang sejalan dengan mata pelajaran dan secara fungsional dapat direalisasikan dalam kehidupan.

Ideologi filsafat memberikan pengetahuan baru yang menarik dan menjadikan siswa menjadi pribadi yang mandiri dalam kehidupan sehari-harinya karena tujuan siswa belajar adalah untuk mengkonstruksikan pengetahuan matematikanya sendiri dengan bantuan guru. Implementasi ideologi filsafat dalam pendidikan matematika di sekolah dapat menciptakan proses belajar mengajar yang lebih efektif dan efesien.

            Marsigit (dalam Pertiwi, 2017) menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter dalam pendidikan matematika di sekolah dapat menekankan kepada hubungan antar manusia dalam dimensinya dan menghargai adanya perbedaan individu baik dalam kemampuan maupun pangalamannya. Salah satu hubungan antar manusia yang terjadi di sekolah dengan adanya interaksi antara guru dan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Guru sebagai praktisi pendidikan harus merencanakan penerapan pendidikan karakter dengan memperhatikan adanya perbedaan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Melalui proses implementasi ideologi, seorang guru akan lebih memahami karakter masing-masing siswanya

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006, p.140) mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) memecahkan masalah; (4) mengomunikasikan gagasan; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Pendidikan matematika di sekolah memiliki peran yang sangat penting untuk membentuk sikap dalam menyelesaikan masalah dan membentuk pola pikir siswa melalui pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman pada saat pembelajaran berlangsung. Pengembangan karakter dalam pendidikan matematika di sekolah bisa mulai ditanamkan sejak dini kepada siswa dengan harapan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dapat menjadi karakter yang melekat pada diri siswa.

Sumarmo (dalam Widodo, 2017) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika berbasis pendidikan berkarakter merupakan proses pembelajaran yang melibatkan beragam unsur (bidang studi, siswa, guru, dan lingkungan) sehingga tidak dapat disederhanakan menjadi suatu konsep. Pendidikan matematika yang berbasis karakter tidak diajarkan secara langsung terhadap siswa di dalam kelas seperti materi pelajaran lainnya, namun melalui pemahaman, pembiasaan, teladan dan pembelajaran yang terintegrasi.

Pendidikan matematika berbasis karakter memiliki makna bahwa pendidikan matematika mentransfer, dan mentransformasikan pengetahuan, karakter, dan keterampilan kepada peserta didik dalam konsep integrasi mata pelajaran atau dalam kegiatan ekstra kuurikuler (Marsigit, 2018). Pendidikan matematika yang berbasis karakter dapat digunakan pada mata pelajaran matematika memalui serangkaian kegitan pembelajaran yang dilengkapi dengan komponen-komponen pendukungnya.

Guru sebagai fasilitator dituntut untuk lebih progresif untuk mengembangkan dirinya serta berpeluang menciptakan kemajuan, kreativitas, dan inovasi pembelajaran guna menghadapi tuntutan dan kebutuhan zaman. Marsigit (2018:260) menyebutkan tujuan matematika dari pendidik progresif adalah untuk menyumbang terhadap perkembangan meyeluruh dari pertumbuhan manusia, ditambah untuk mengembangkan kreativitas anak dan realisasi diri dalam pengalaman belajar matematika.

Pengimplementasian pendidikan karakter dalam pendidikan matematika menjadi kesatuan yang mutlak untuk diterapkan disetiap jenjang pendidikan, khususnya di jenjang pendidikan sekolah dasar. Alasan kuat mengapa pendidikan di sekolah dasar harus mengimplementasikan pendidikan karakter karena menjadi pondasi atau landasan utama dalam pembentukan generasi muda di Indonesia. Ketika generasi muda Indonesia memiliki karakter yang sesuai dengan harapan bangsa, maka tujuan diselenggarakannya pendidikan telah tercapai.

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran wajib diharapkan tidak hanya membekali siswa dengan kemampuan untuk menggunakan perhitungan atau rumus dalam mengerjakan soal tes saja akan tetapi juga mampu melibatkan kemampuan, sikap, dan keterampilan bernalar dan analitisnya dalam memecahkan masalah sehari-hari (Marsigit, 2018). Pada era global ini para siswa dituntut untuk memiliki kemampuan kreatif, berpikir kritis, berkomunikasi, dan berkolaborasi untuk menghadapi kompetensi di masyarakat. Matematika dapat dijadikan sebagai alat dan sarana bagi siswa untuk memperoleh serangkaian kompetensi yang dibutuhkan dan berkelanjutan dalam kehidupannya (long life education).

Pada saat pembelajaran berlangsung guru menggunakan model dan metode pembelajaran matematika yang berbasis karakter dan sesuai dengan kondisi yang ada. Pendekatan kontekstual sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika berbasis karakter dengan mengaitkan pembahasan suatu topik yang dikaitkan dengan kondisi yang dialami oleh pesera didik atau ketika peserta didik menemukan masalah dan memecahkan masalah yang nyata dihadapi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan topik yang dibahas. Apa yang terjadi di lingkungan peserta didik itulah yang dipelajari atau digunakan untuk penguatan dan pengayaan materi ajar.

 

Selain pendekatan kontekstual dalam penyelenggaraan pendidikan matematika berbasis karakter dapat menggunakan pendekatan saintifik. Musfiqon (2015, 132) Dalam pendekatan saintifik paling tidak ada tiga model pembelajaran yang dapat diterapkan, yaitu:

1.        Model pembelajaran berbasis proyek

Proyek disini artinya sebuah kegiatan sistematis telah ditetapkan awal dimulainya pekerjaan dan waktu penyelesaiannya untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sumber daya serta metode yang ditetapkan. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) dalah model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai media pembelajaran. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan mencari informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. PjBL dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan siswa dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.

Dalam pembelajaran berbasis proyek keberadaan masalah menjadi langkah awal untuk mengumpulkan dan mengintegrasikanpengetahuan baru berdasarkan pengalaman dalam beraktifitas secara nyata, yaitu dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan siswa dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing siswa dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung siswa dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa.

Menurut Daryanto (dalam Musfiqon, 2015) pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik sebagai berikut:

·           Siswa membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;

·           Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada siswa;

·           Siswa mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;

·           Siswa secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan, proses evaluasi dijalankan secara kontinu;

·           Siswa secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan, produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif, situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

Langkah pembelajaran (dalam Musfiqon, 2015) berbasis proyek dilaksanakan dengan berurutan sesuai tahapan. Berikut ini penjelasan dari masing-masing tahapan:

a.         Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question). Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk siswa.

b.        Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project). Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

c.         Menyusun Jadwal (Create a Schedule). Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek.

d.        Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project). Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi siswa pada setiap proses.

e.         Menguji Hasil (Assess the Outcome). Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

f.         Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience). Pada akhir proses pembelajaran, Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswamengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Dalam model pembelajaran berbasis proyek, peran tenaga pendidik adalah:

·           Merencanakan dan mendesain pembelajaran.

·           Membuat strategi pembelajaran.

·           Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara tenaga pendidik dan siswa.

·           Mencari keunikan siswa.

·           Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.

·           Membuat portofolio pekerjaan siswa.

Sedangkan peran peserta didik dalam pembelajaran berbasis proyek adalah:

·           Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.

·           Melakukan riset sederhana.

·           Mempelajari ide dan konsep baru.

·           Belajar mengatur waktu dengan baik.

·           Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok.

·           Mengaplikasikanhasil belajar lewat tindakan.

·           Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll).

2.        Model pembelajaran berbasis masalah

Pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya. Siswa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematik penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik, dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.

Berhadapan dengan sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba menyelesaikannya merupakan cirri khas makhluk hidup yang berakal. Pemecahan masalah merupakan latihan bagi siswa untuk berhadapan dengan sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba untuk menyelesaikannya. Ini merupakan kompetensi yang harus ditumbuhkan pada diri siswa.

Problem Based Learning (PBL) dirancang dengan menghadirkan masalah-masalah yang kemudian peserta didik mendapat pengetahuan penting dari masalah yang dimunculkan. Lebih lanjut, peserta didik diharapkan mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim untuk menyelesaikan masalah secara berkelompok.

Pemecahan masalah masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit dalam matematika baik oleh siswa dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya. Berbagai kesulitan ini muncul antara lain karena mencari jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai. Karena hanya berfokus pada jawaban, anak sering kali salah dalam memilih teknik penyelesaian yang sesuai.

Strategi pemecahan masalah ini termasuk heuristik, karena pada dasarnya siswa harus dapat menemukan masalah sendiri. Heuristik Polya membagi 4 langkah penyelesaian soal atau masalah, diantaranya: (1) paham apa yang diketahui dan apa yang

Ditanyakan; (2) menyusun strategi; (3) menjalankan strategi; (4) melihat kembali dan cek

dengan cara menyusun strategi baru yang lebih baik.

Karakteristik yang baik bagi orang untuk mampu melakukan problem solving. Penyelidikan dilakukan di Amerika oleh Dodson dan Hollander (dalam Susilawati, 2020) menurut mereka kemampuan pemecahan masalah yang harus ditumbuhkan adalah:

·           Kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika.

·           Kemampuan untuk mencatat kesamaan, perbedaan, dan analogi.

·           Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih prosedur yang benar.

·           Kemampuan untuk memilih hal yang tidak berkaitan.

·           Kemampuan untuk mnganalisa.

·           Kemampuan untuk memvisualisasikan dan menginterpretasikan kuantitas.

·           Kemampuan untuk memperumum berdasarkan beberapa contoh.

·           Kemampuan untuk berganti metode yang telah diketahui.

·           Mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

Untuk mengembangkan kemampuan di atas, guru hendaknya:

·           Mengarahkan siswa untuk menggunakan strategi-strategi pemecahan masalah.

·           Memberikan waktu yang cukup untuk mencoba soal yang ada.

·           Ajaklah siswa untuk menyelsaikan dengan cara lain.

·           Ajaklah siswa untuk mencari penyelesaian yang lebih baik

3.        Model pembelajaran berbasis inquiry.

Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan tenaga pendidik berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.

Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuan dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.

Tahapan pembelajaran inkuiri menurut Musfiqon (2015) ada enam langkah, yaitu:

a.         Langkah pertama, Stimulation. Tahap ini guru memulai dengan mengajukan persoalan atau menyuruh siswa membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan di dalamnya.

b.        Langkah kedua, problem statement. Tahap ini peserta didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan sebanyak mungkin. Kemudian peserta didik memilih satu masalah yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih ini selanjutnya harus dirumuskan dalam pernyataan hipotesis, sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang telah dirumuskan.

c.         Langkah ketiga, data collection. Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan membaca literatur, mengamati objek yang dipelajari, mewawancarai sumber, mencoba (uji coba) sendiri dan sebagainya.

d.        Langkah keempat, data processing. Pada tahap ini semua informasi yang telah diperoleh dari bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, diolah dengan cara diklasifikasikan, ditabulasikan, bahkan kalau perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan dengan tingkat kepercayaan atau taraf signifikansi yang telah ditentukan. Dalam tahap ini juga diambil kesimpulan sementara.

e.         Langkah kelima, verification. Pada tahap ini difokuskan pada mengecekan ulang pada hasil olahan dan tafsiran atau informasi yang ada untuk memastikan apakah hipotesis yang diajukan telah terjawab atau belum. Pada tahap ini sekaligus dilakukan uji hipotesis.

f.         Langkah keenam, generalization. Pada tahap akhir ini dilakukan penarikan kesimpulan yang dilanjutkan dengan menyusun generalisasi hasil. Proposisi atau pernyataan ilmiah disusun pada tahap terakhir ini

Pendidikan karakter mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri siswa, sehingga siswa dapat memiliki dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan bermasyarakat dengan menjadi warga negara yang religius, produktif, dan kreatif. Implementasi pendidikan karakter dapat dikembangkan di sekolah melalui pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri siswa.

Pada dasarnya kegiatan pembelajaran matematika selain menjadikan siswa menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan siswa peduli serta menginternalisasi nilai-nilai dalam perilaku sehari-hari. Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan adalah berfikir kritis dan logis, rasa ingin tahu, toleransi, bertanggung jawab, mandiri, kreatif, jujur, menghargai karya dan prestasi orang lain, dan disiplin. Dengan adanya kajian di atas diharapkan dapat menjadi alternatif penerapan pembelajaran yang berbasis karakter dan dapat dikembangkan pada metode pembelajaran yang lainnya.

 

 


DAFTAR  PUSTAKA

 

Amka. (2019). Filsafat Pendidikan. Siduardjo: Nizamia Learning Center.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: BSNP.

Burhanauddin, Nunu. (2018). Filsafat Ilmu. Prenadamedia Group: Jakarta Timur.

Kirom, Syahruk. (2011). Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya dalam Mengatasi Persoalan Kebangsaan.

Marsigit, dkk. (2018). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Matematika. Yogyakarta: Media Akademi. Jurnal Filsafat,.21 (2): 99-117.

Musfion, & Nurdyansyah. (2015). Pendekatan Pembelajaran Saintifik. Sidoarjo: CV. NLC the future spirit.

Pertiwi, Indah. & Marsigit. (2017). Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika SMP di Kota Yogyakarta. Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 4 (2): 153-165.

Susilawati, Wati. (2020). Belajar dan Pembelajaran Matematika. CV. Insan Mandiri: Bandung.

Widodo, Suprih. (2017). Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan ke-SD-an, 12 (2) :12-22.